Diposkan pada BAHASA ARAB, Uncategorized

SEJARAH PERKEMBANGAN NAHWU ALIRAN MESIR

BAGIAN I

KATA PENGANTAR

بسم الله الرّحمن الرّحيم

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Rabbul ‘aalamin. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Muhammad Rasulullah, kepada keluarga dan para sahabat serta mereka yang mengikuti jejak langkahnya dengan kebaikan hingga hari berbangkit.

Ucapan terima kasih kami haturkan kepada:

–          Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dosen Pengampu mata kuliah, Tarikh al-Ulum al-Arabiyah yang selalu memberikan kami arahan dan bimbingan. Pun demikian dengan ibu Wati Susiawati, MA selaku Asisten Dosen pada mata kuliah ini.

–          Rekan kelompok makalah ini yang ikut serta dalam pembuatan makalah ini.

–          Rekan-rekan  semester VIII A jurusan Pendidikan Bahasa Arab, yang selalu memberikan dorongan dan motivasi untuk terus semangat dalam perkuliah

–          serta semua pihak yang turut membantu kelancaran pembuatan makalah ini.

Karena berkat dorongan serta motivasi dari beliau semua makalah ini yang berjudul Sejarah Perkembangan Ilmu Nahwu Di Mesir dapat terselesaikan dengan baik dan dikumpulkan pada waktu yang ditentukan. Akhir kalam semoga makalah ini dapat bermanfaat dan membantu  mahasiswa bahasa arab dalam memahami mata kuliah media pembelajaran, amin.

                                                                                                                                                                                                                                                                                                Ciputat,  24 Juni 2012

                                                                                                                                                                                                                                                                                                 Pemakalah

BAB I

PENDAHULUAN

Nahwu merupakan bagian dari ‘Ulûmul ‘Arabiyyah, yang bertujuan untuk menjaga dari kesalahan pengucapan maupun tulisan. Ilmu nahwu adalah ilmu yang membahas tentang aturan akhir struktur kalimah (kata) apakah berbentuk rafa’, nashab, jarr, atau jazm.

Ilmu Nahwu (gramatika bahasa Arab) sejak awal perkembangannya sampai sekarang senantiasa menjadi bahan kajian yang dinamis di kalangan para pakar linguistik bahasa Arab. Sebagai salah satu cabang linguistik (ilmu lughah), Ilmu Nahwu dapat dipelajari untuk dua keperluan. Pertama, Ilmu Nahwu dipelajari sebagai prasyarat atau sarana untuk mendalami bidang ilmu lain yang referensi utamanya ditulis dengan bahasa Arab, misalnya Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, dan Ilmu Fiqih. Kedua, Ilmu Nahwu dipelajari sebagai tujuan utama (sebagai spesialisasi Linguistik bahasa Arab). Dua bentuk pembelajaran (learning) Ilmu Nahwu itu telah menjadi tradisi yang berkembang secara berkesinambungan di kalangan masyarakat Arab (Islam) dahulu sampai sekarang.

Mengenai perkembangan Ilmu Nahw Al-Fadlali (1986) dalam bukunya Mara’kizud-Dira’sat an-Nahwiyyah membagi perkembangan Ilmu Nahwu secara kronologis berdasarkan kurun waktu dan peta penyebarannya. Di bagian akhir bukunya dia membuat skema perkembangan Ilmu Nahwu sebagai berikut :

Tabel Peta Perkembangan Ilmu Nahwu

Pusat Perkembangan Abad ke-
Bashrah, Mekah, Medinah 1
Kufah, Baghdad, Mushal, Irbal, Andalus 1
Marocco, Persi 2
Mesir 3
Damaskus, Haleb 4
Nejed, Yaman 5
Hulah, Eropa 6
India 7
Romawi 8
Rusia, Amerika, Afrika non-Arab 14

Dari peta di atas tampak bahwa Al-Fadlali tidak memasukkan negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia dan Malaysia dalam peta perkembangan nahwu.

Padahal bagaimanapun juga di negara-negara itu perkembangan nahwu cukup pesat. Di samping itu, ia juga tidak mengemukakan alasan mengapa ia langsung melompat dari abad ke 8 menuju abad ke14 dengan mengabaikan lima abad yang ada di antaranya. Namun, terlepasdari kekurangannya, bagan tersebut cukup berarti dalam memberikan gambaran secara global tentang peta perkembangan Ilmu Nahwu.

Sementara itu, Dlaif (1968) membagi perkembangan Ilmu Nahwu berdasarkan aliran-aliran (madzhab) dengan menyebutkan sejumlah tokoh yang dominan pada setiap aliran. Ia menyebutkan secara kronologis lima aliran nahwu sebagai berikut:

  1. Aliran Bashrah
  2. Aliran Kufah
  3. Aliran Baghdad
  4. Aliran Andalusia
  5. Aliran Mesir.

Dua aliran pertama, Bashrah dan Kufah, disebutnya sebagai aliran utama, karena keduanya mempunyai otoritas dan independensi yang tinggi, kedua aliran tersebut juga mempunyai pendukung yang banyak dan fanatik, sehingga mampu mewarnai aliran-aliran berikutnya. Adapun tiga aliran yang lain disebutnya sebagai aliran turunan yang berinduk pada salah satu aliran utama atau merupakan hasil paduan antara keduanya.

Dari beberapa aliran diatas tersebut, pemakalah mencoba untuk menjelaskan sejarah perkembangan Ilmu Nahw di mesir.

 

BAB II

PEMBAHASAAN

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU NAHW DI MESIR

A.      Sejarah dan Perkembangan

Aktivitas keilmuan khususnya disiplin ilmu nahwu di Mesir telah muncul dan berkembang sejak masa-masa awal muncul dan berkembangnya nahwu secara umum. Dorongan untuk menjaga bacaan Al-Quran secara benar menjadi faktor utama berkembangnya nahwu di negeri Firaun ini.

Pada masa awal, telah ada pengikut Abul Aswad yang mengajar disana, yaitu Abdurrahman bin Hurmuz (w. 117 H). Beliau inilah yang memberikan tanda titik pada mushaf Al-Quran sebagai tanda I’rab. Beliau juga guru salah seorang dari qurra’ bacaan Al-Quran yang tujuh, yaitu Imam Nafi’ bin Abi Nu’aim di Madinah. Bacaan cara Nafi’ ini kemudian berkembang di Mesir berkat muridnya, yaitu Warasy, seorang penduduk asli Mesir yang bernama lengkap ‘Utsman bin Sa’id.

Nahwu aliran Mesir secara khusus mulai berkibar dengan hadirnya Wallad bin Muhammad At-Tamimi, seorang yang berasal dari Basrah tetapi tumbuh di Fusthath Mesir. Beliau berguru kepada Al-Khalil bin Ahmad di Iraq dan menulis buku hasil pembelajarannya bersama sang penemu ilmu ‘arudh tersebut. Salah satu tokoh yang sezaman dengan Wallad ini adalah Abul Hasan Al-A’azz  yang belajar nahwu kepada Al-Kisa’i. Dari adanya dua tokoh inilah mulai muncul aliran baru paduan antara kedua aliran yang telah ada, yaitu Kufah dan Basrah. Dua tokoh inilah generasi pertama Nahwu Mesir.

Generasi kedua Nahwu Mesir ditandai dengan munculnya Ad-Dinauri (w. 289 H). Beliau adalah Ahmad bin Ja’far, yang melakukan perjalanan ke Basrah untuk menuntut ilmu. Beliau belajar Al-Kitab milik Sibawaih dari Al-Mazini, kemudian ke Baghdad belajar kepada Tsa’lab, lalu pindah belajar kepada Al-Mubarrad.  Setelah itu, beliau kembali ke Mesir dan mengajar Nahwu di sana dan menulis sebuah buku berjudul Al-Muhadzdzab yang beliau peruntukkan bagi para muridnya di sana.

Seorang tokoh yang sezaman dengan Ad-Dinauri adalah Muhammad bin Wallad At-Tamimi (w. 298 H). Pada mulanya, beliau belajar nahwu dari ayahanda beliau, dan juga Ad-Dinauri, dan Mahmud bin Hassan. Kemudian, beliau menuju Baghdad dan belajar Al-Kitab kepada Al-Mubarrad. Setelah itu, beliau pulang, mengajar, dan menulis sebuah buku ajar dengan judul Al-Munammaq.

Generasi berikutnya adalah Ali bin Husain Al-Hunna’i (w. 320 H), dan Abul ‘Abbas Ahmad bin Muhammad bin Wallad At-Tamimi (w. 332 H). Ali bin Husain adalah penulis Al-Mundhad. Beliau memadukan pendapat Basrah dan Kufah. Beliau dijuluki Kura’un Namli yang berarti kaki semut karena fisiknya yang pendek. Sedangkan Abul Abbas, beliau belajar nahwu dan mendapat salinan al-Kitab dari ayah beliau, Muhammad, dan juga belajar dari Az-Zajjaj di Basrah. Beliau dikenal seorang yang cerdik pandai. Selain kedua tokoh ini, terdapat pula Abu Ja’far An-Nuhas (w. 337 H), penulis kitab Ma’anil Qur’an dan I’rabul Qur’an.[1]

B.            Para tokoh Ilmu Nahw (Nuhat) dan karya-karyanya

Beberapa tokoh yang muncul berikutnya pada masa dinasti Fathimiyyah adalah:

1.      Abu Bakar Al-Idfawi (w. 388 H)

2.      ‘Ali bin Ibrahim Al-Haufi (w. 430 H), murid Al-Idfawi

3.      Adz-Dzakir An-Nahwi (w. 440 H), murid Ibn Jinni

4.      Ibn Babasyadz, Thahir bin Ahmad (w. 469 H)

5.      Muhammad bin Barakat (w. 520 H)

6.      Ibn al-Qaththa’, ‘Ali bin Ja’far As-Sa’di (w. 515 H)

7.      Ibn Barriy (w. 582 H)

8.      ‘Utsman bin ‘Ali Al-Balathiy Al-Maushili (w. 599 H)

Kemudian pada masa Al-Ayyubi:

1.      Sulaiman bin Banin Ad-Daqiqiy (w. 614 H), murid Ibn Barriy

2.      Yahya bin Mu’thi Al-Maghribi (w. 628 H), penulis Alfiyah Ibn Mu’thi, yang dikutip namanya oleh Ibn Malik dalam Alfiyyah-nya

3.      Ibn ar-Ramah, ‘Ali bin Abdushshomad (w. 633 H)

4.      ‘Ali bin Muhammad As-Sakhawi (w. 643 H)

Kemudian pada masa dinasti Mamalik dan seterusnya antara lain:

1.      Bahauddin Ibn Nuhas Al-Halabiy (w. 698 H), beliau adalah guru Abu Hayyan

2.      Ibn Ummi Qasim, Al-Hasan bin Qasim (w. 749 H)

3.      Ibn al-Hajib, Jamaluddin ‘Utsman bin ‘Umar bin Abu Bakar (570 H – 646 H)

4.      Ibn Hisyam, Jamaluddin Abdullah bin Yusuf bin Ahmad bin Abdullah bin Hisyam Al-Anshari Al-Mishriy (708 H- 761 H). Beberapa karya beliau yang perlu dicatat adalah Mughni al-Labib ‘an Kutub al-A’arib, Awdloh al-Masalik ila Alfiyyah ibn Malik, Syudzur adz-Dzahab, Qathru an-Nada wa Ballu ash-Shada, dan al-I’rab ‘an Qawaid al-I’rab.

Kemudian generasi Mesir akhir antara lain:

1.      Ibn ‘Aqil, Abdullah bin Abdurrahman (w 769 H), penulis syarah Alfiyyah Ibn Malik yang terkenal

2.      Ibn ash-Sha’igh, Muhammad bin ‘Abdurrahman (w. 776 H)

3.      Ad-Damamini, Muhammad bin Umar (w. 837 H), penulis Tuhfah al-Gharib, komentar atas Mughni al-Labib karya Ibn Hisyam, beliau berpindah-pindah hingga wafat di India

4.      Asy-Syumunni (w. 872), juga menulis komentar atas Mughni al-Labib

5.      Al-Kafiji, Muhammad bin Sulaiman Ar-Rumi (w. 879 H)

6.      Khalid Al-Azhari (w. 905 H), beliau menghasilkan banyak karya, termasuk Syarh at-Tashrih ‘ala at-Taudhih

7.      As-Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar bin Muhammad (w. 911 H), beliau sangat terkenal dengan banyak karyanya dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam bidang bahasa, terdapat Asybah wa an-Nazhair, Ham’ul Hawami’, Bughyat al-Wu’at, dan lain sebagainya.

8.      Al-Asymuniy, Nuruddin Ali bin Muhammad (w. 929 H)

9.      Asy-Syanwani (w. 1019 H)

10.  Ad-Danusyari (w. 1025 H)

11.  Syaikh Yasin (w. 1025 H)

12.  Al-Hifni (w. 1178 H)

13.  Ash-Shiban, Muhammad bin ‘Ali (w. 1206 H), terkenal dengan kitab komentar beliau atas Alfiyyah Ibn Malik disamping karya-karya lainnya.

14.  Ad-Dasuqi, Muhammad bin Arafah (w. 1230 H)

15.   Hasan Al-Athar (w. 1250 H)[2]