Diposkan pada BAHASA ARAB, DOA MAKTSURAT, PENELITIAN

Logika Bahasa al-Qur’an (3)

oleh Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA

Mengapa beberapa kata dalam al-Qur’an “tidak mengikuti” pola umum (qaidah muththaridah), atau mengapa ada “delasi” (hadzf) huruf tertentu, misalnya kata تتنزل عليهم الملائكة ألا تخافوا ولا تحزنوا dan kata تنزل الملائكة والروح فيها? Pola kata mudhari’ yang umum ada “tatanazzalu” (madhinya: tanazzala), bukan tanazzalu. Demikian pula kata لم تستطع عليه صبرا (al-Kahfi: 78) dan ذلك تأويل ما لم تسطع عليه صبرا (al-Kahfi: 82); pada ayat 78 ta’ pada tastathi’ tidak didelasi, sedangkan pada ayat 82 ta’-nya ditiadakan. Apa rahasia dan implikasi logis di balik fenomena ini?

Pada tatasan pelafalan, pengucapan, dan ekspresi, para ulama biasanya memahami fenomena itu sebagai ijaz (peringkasan, pemendekan) yang bertujuan untuk takhfif (peringanan, despensasi) dalam pelafalan. Namun argumen ini tentu tidak cukup, karena akan timbul pertanyaan, mengapa di satu ayat sebuah huruf tidak didelasi, sedangkan di ayat lain mengalami delasi.

Analisis yang relatif membuat kita memahami rahasia dan implikasi logis dari fenomena tersebut adalah sebagai berikut.

Menurut ulama balàghah, pemilihan تَنَزَّلُ dengan delasi salah satu tà’ pada surat al-Qadar tersebut menunjukan sedikit atau jarangnya malaikat turun, yaitu hanya pada lailatul qadar, terjadi sekali setahun dan hanya di bulan Ramadan saja. Jadi, salah satu rahasia mengapa ta’ didelasi dalam surat al-Qadar adalah menunjukkan kesesuaian(munàsabah) antara substansi ayat yang menunjukkan sedikitnya frekuensi malaikat yang turun, dengan pengurangan jumlah huruf pada verba تَنَزَّلُ tersebut.

Berbeda dengan تَتَنَزَّلُ pada surat fushshlat tersebut yang tà’-nya tidak didelasi, penyebutan tà’ sesuai dengan formula (wazn) tatafa’alu menunjukkan banyak frekuensi malaikat turun. Dalam konteks ini, dapat dipahami bahwa malaikat yang turun menghampiri orang-orang Mukmin pada saat kematian mereka untuk menyampaikan “kabar gembira berupa surga” itu sangat sering, bahkan setiap saat sepanjang tahun, tidak seperti lailatul qadar yang hanya sekali dalam setahun.

Bagaimana halnya dengan ayat 78 dan 82 surat al-Kahfi yang oleh Rasulullah SAW dianjurkan utk dibacanya setiap Jumat? Jawaban logisnya mudah-mudahan pada edisi berikutnya. Wallahu a’lam bi ash-shawab!

Diposkan pada BAHASA ARAB

مادة برنامج تعليم اللغة العربية بتلفزيون جمهورية إندونيسيا، اليوم 14 ديسمبر 2014 -= إبطال المنهج الدراسي الوطني 2013 =- ( PENGHENTIAN KURIKULUM NASIONAL 2013 )

Oleh: Drs. Syamsul Arifin, M.Pd
Dosen FITK Jur. Pend. Bhs Arab
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

أليفة : على فكرة، هل قرأت أخبارا عن إبطال المنهج الدراسي الوطني
2013 يا ممدوح ؟
Ngomong-ngomong, apakah kamu sudah baca berita tentang penghentian kurikulum nasional 2013 ?
ممدوح : نعم، قرأت تلك الأخبار التي تُذهِل المجتمع، وخاصة المسؤولين
بالتربية والتعليم في بلادنا.
Ya, saya sudah baca berita yang mengagetkan masyarakat itu, khususnya para pelaku pendidikan dan pengajaran di nagara kita.
فوزية : وأنا أيضا قرأت أخبارا عن ذلك الإبطال في إنترنيت، وأتسآل في
قلبي لماذا أبطل وزير التربية والثقافة ذلك المنهج الدراسي الذي لم
يكن يتم تطبيقه ؟
Saya juga membaca berita tentang penghentian itu di internet, dan saya bertanya-tanya dalam hati saya, kenapa menteri pendidikan dan kebudayaan menghentikan kuriklum yang belum selesai pelaksanakannya itu ?
ممدوح : وعلاوة على ذلك، فإن هذا المنهج قد استغرف تكاليف كبيرة،
وذلك لدورة التدريب لدى المدرسين والمدرسات، ولتنشئة اجتماعية
نحو هذا المنهج .
Lebih dari itu, kurikulum ini telah menghabiskan biaya besar: untuk pelatihan guru-guru dan untuk sosialisasi kurikulum ini.
أليفة : تمام ما قلتَ يا ممدوح، وهناك شيء آخر لم تذكريه ، هو التكاليف
الكبيرة لطبع الكتب الدراسية المتنوعة.
Tepat yang kamu katakan itu Mamduh, tapi masih ada lagi yang belum kamu sebutkan, yaitu biaya yang besar untuk mencetak berbagai macam buku.
فوزية : يا للأسف … ارتفاع التكاليف لا تنتج أي شيء عظيم، وهذا من
التبذير. وجدير بالعلم أن المبذرين كانوا إخوان الشياطين، ووكان
الشيطان لربّه كفورا.
Sayang…. Tingginya biaya tidak menghasilkan sesuatu yang besar, ini termasuk pemborosan. Orang-orang yang boros itu temannya syetan, sedangkan syetan itu kufur kepada tuhannya.
ممدوح : أرى أنه من المستحسن ألا يبطل الوزير هذا المنهج الذي قد كلّف
تكاليف كبيرة كما ذكرنا سابقا، ولكنه أن يعيد النظر أولا نحو هذا
المنهج لأجل وتحسينه إكماله.
Saya berpendapat, sebaiknya pak menteri tidak langsung menghentikan kurikulum yang telah menghabiskan dana besar itu, tetapi beliau cikup meninjau ulang untuk perbaikan dan kesempurnaan kurikulum ini.
فوزية : نعم، أنا أوافقك يا ممدوح، يكفي للوزير بأن يراجع النظر إلى هذا
المنهج الدراسي الجديد، – لأن له محاسن – وذلك لأجل رفع
شؤون التربية والتعليم في بلادنا العزيزة.
Ya, saya sependapat dengan kamu Mamduh, cukup bagi pak Menteri meninjau ulang kurikulum baru tsb, karena dia juga mempunyai kelebihan – hal itu untuk meningkatkan pendidikan dan pengajaran di Negara kita tercinta ini.
-= كفى =-

Diposkan pada BAHASA ARAB

PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DENGAN STRATEGI BELAJAR BERBASIS ANEKA SUMBER (RESOURCE-BASED LEARNING)

Oleh: Siti Uriana Rahmawati (Dosen Bahasa Arab)

ملخص البحث

لقد كتب فى هذا العصر نظريات التربية الحديثة, منها حرية التلاميذ على استخدام وسائل التربية المتنوعة, مثل الكتاب, الجريدة, المذ ياع, التلفاز, معمل اللغة, البيئة, وما اشبه ذلك. و كذلك الحركة تحض على التعليم الفردى, اى الانتقال من تعليم الفصل الى تعليم جماعة منه, و من تعليم جماعة الى تعليم الفرد.
تستخد م وسائل التربية المتنوعة فى التعليم الفردى استخداما كثيرا. لأن هذا التعليم يراعى فيه قوة كل فرد, و مستواه فى كل مادة على حدة. بجانب ذلك, جواز استخدام وسائل التربية المتنوعة فى تعليم اللغة العربية لذى تلاميذ مرحلة المتوسطة و المتقدمة لنيل المهارات اللغوية.

Kata Kunci: Pembelajarn Bahasa Arab, Strategi Pembelajaran, Perubahan Teori Belajar, Belajar Individual, Belajar Berbasis Aneka Sumber.

A. PENDAHULUAN
Dalam penyelenggaraan pendidikan dikenal adanya tripusat pendidikan, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Namun demikian orang seringkali salah persepsi, dan beranggapan sekolah satu-satunya lembaga pendidikan. Hal ini akan semakin jelas dengan menilik ungkapan Sucipto; di era perkembangan teknologi informasi dewasa ini, sekolah bukan lagi satu-satunya lembaga yang tahu tentang pendidikan, bahkan lonceng kematian institusi ini sudah semakin nyaring terdengar. Sekolah bukan lagi menjadi teaching institutional, tapi lebih menonjolkan learning institutional. Konsep ini berimplikasi, sekolah hanya bagian dari system learning yang ada dalam masyarakat .
Peserta didik bisa belajar dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar/ الوسائل التعليمية المتنوعة: الوسائل السمعية, الوسائل البصرية, الوسائل السمعية البصرية . Sumber belajar ada yang dirancang khusus untuk pembelajaran (by design) dan ada yang tidak dirancang khusus untuk pembelajaran, akan tetapi dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran (by utilization). Secara umum sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, sumber belajar semakin lama semakin bertambah banyak ragamnya dan memungkinkan orang dapat belajar mandiri dengan lebih baik. Di mana saja, kapan saja, dengan apa atau siapa saja, dan tentang apa saja orang dapat belajar, memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Sebab aneka sumber belajar dapat ditemukan di mana-mana, baik bersifat manusiawi, non manusiawi, maupun lingkungan yang dapat dimanfaatkan sebagai media belajar
Memang, pembelajaran tidak dapat dipisahkan dengan aneka sumber belajar (learning resources) baik yang berupa sarana maupun prasarana. Interaksi antara pembelajaran dengan aneka sumber belajar sangat berguna untuk menghadirkan fasilitas belajar. Agar diperoleh hasil belajar maksimal, maka kadar interaksi harus tinggi dan dikembangkan secara strategiik, begitu juga aneka sumber belajar perlu dikelola dan dikembangkan secara optimal .
Terkait dengan hal di atas, tulisan ini akan mencoba menawarkan sebuah model pembelajaran bahasa Arab dengan menggunakan strategi belajar berbasis aneka sumber (resource-based learning) yang lazim disingkat BEBAS.

B. LATAR BELAKANG
Belajar berbasis aneka sumber (BEBAS) bukan sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan bertalian erat dengan sejumlah perubahan yang mempengaruhi pengembangan kurikulum. Perubahan-perubahan tersebut antara lain:
1. Perubahan Sifat dan Pola Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan dewasa ini berkembang sangat pesat, sehingga dijuluki eksplosi pengetahuan. Hal ini bukan hanya mengenai pertambahan pengetahuan, melainkan juga perubahan pola pengetahuan, sehingga muncul disiplin ilmu baru berkat spesialisasi dan pendekatan interdisipliner. Maka timbul masalah, apa saja yang harus diketahui peserta didik? Strategi apa yang dapat digunakan untuk menyampaikan pengetahuan? Bagaimana cara mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan? Sumber apa saja yang bisa dimanfaatkan untuk pembelajaran?
Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu cepat mengakibatkan pengetahuan akan usang dalam waktu beberapa tahun. Maka, diperlukan suatu teori atau cara untuk menseleksi bahan pengajaran, cara menentukan prioritas pengetahuan yang dimasukkan ke dalam kurikulum, dan cara menyampaikan pengetahuan tersebut kepada peserta didik.
Pendidik hendaknya menyampaikan pengetahuan yang bersifat konseptual dan bukan faktual. Di samping itu, ledakan publikasi seiring dengan perkembangan pengetahuan menghendaki agar peserta didik dapat mencari dan menemukan sendiri, mereka harus dibekali metodologi penelitian dalam laboratorium maupun perpustakaan.
Perkembangan sosial yang cepat akibat industrialisasi tidak memungkinkan prediksi yang tepat mengenai pengetahuan yang diperlukan di masa mendatang, untuk itu setiap peserta didik perlu dibekali semangat untuk belajar mandiri sepanjang hayat (lifelong education). Dan aneka sumber belajar harus disediakan secara terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar.
Peranan pendidik berubah, mereka bukan instruktur dan direktur belajar, melainkan sebagai pertisipan dan mediator yang bekerja sama dengan peserta didik; ia bukan sekedar menyampaikan pengetahuan kepada apeserta didik, melainkan memupuk pengertian, dan membimbing mereka untuk belajar mandiri.
2. Pemahaman Baru Tentang Teori Belajar
Dahulu masalah mengajar menjadi fokus pembahasan dalam pembelajaran, namun akhir-akhir ini yang ditonjolkan masalah teori belajar, sebab sebuah pembelajaran dianggap berhasil apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik. Setiap peserta didik berbeda secara individual, dan hal ini perlu mendapat perhatian tersendiri. Belajar akan terjadi atas kemauan peserta didik, sebab ia bukan bejana yang harus diisi dengan pelbagai pengetahuan.
Realitas menunjukkan masih banyak pembelajaran yang dilakukan secara klasikal, tanpa memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Seluruh peserta didik dituntut menyelesaikan pelajaran dengan kecepatan yang sama. Pendidik menganggap dan memperlakukan peserta didik seakan-akan kelas itu homogin, meskipun kenyataannya hetorogin. Oleh karena itu, banyak kegagalan dan frustrasi yang dialami peserta didik, mereka enggap dan malas belajar.
Salah satu cara untuk memberdayakan perbedaan individual adalah pengembangan belajar berbasis aneka sumber (BEBAS). Cara belajar ini memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
3. Perubahan Media Komunikasi
Perkembangan media komunikasi mengalami kemajuan yang sangat pesat dewasa ini; media cetak yang berupa buku, modul, dll; media elektronik yang berupa radio, TV, video, komputer, internet, dan sebagainya telah menambah dimensi baru dalam media komunikasi.
Pendidik perlu melihat manfaat kemajuan media komunikasi bagi pembelajaran. Buku sampai sekarang masih memegang peranan penting, namun ada yang meramalkan dalam waktu dekat semua aspek kurikulum akan dikomputerkan. Penggunaan media dalam pendidikan dimulai dengan memperkenalkan “audio visual aids” pada tahun 1920-an di Amerika Serikat. Alat-alat dipandang sebagai alat bantu pendidik dalam mengajar, sebagai tambahan yang dapat digunakan pendidik bila dikehendakinya.
Pada tahun 1960-an muncul pemikiran baru tentang penggunaan media yang dirintis oleh Skinner dengan penemuannya “programmed instruction” atau pengajaran berprograma. Dengan alat ini peserta didik belajar secara individual. Alat tersebut bukan sekedar alat bantu tambahan tetapi sesuatu yang digunakan peserta didik dalam pembelajaran. Pengajaran berprograma mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan teknologi pendidikan . Hal ini terbukti dengan munculnya pelbagai strategi belajar individual, misalnya: belajar jarak jauh, belajar dengan berbantuan komputer, pengajaran modul, belajar terbuka, dan sebagainya. Dan kemudian berkembang menjadi belajar berbasis aneka sumber (BEBAS).

C. PENGERTIAN
Belajar berbasis aneka sumber (resource-based learning) atau BEBAS merupakan sebuah term yang memiliki makna sangat beragam . Hal ini akan tampak jelas setelah disimak pendapat para pakar sebagai berikut:
Menurut Sally Brown, belajar berbasis aneka sumber (resource-based learning) meliputi aspek yang sangat luas, yakni memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar dengan pelbagai cara, dengan bimbingan tutor dimana peserta didik belajar secara bebas. Hal ini dapat dilakukan dengan menanfaatkan aneka sumber belajar, misalnya materi belajar terbuka, video, tape, computer, CD-ROM, multi media, video interaktif, telematik, dan sebagainya .
Jullie Dorrell berpendapat, belajar berbasis aneka meliputi belajar terbuka (open learning), belajar jarak jauh (distance learning), belajar yang luwes (flexible learning) dengan memanfaatkan aneka sumber belajar (learning resources) .
Fred Percival mendefinisikan belajar berbasis aneka sumber (resource-based learning) adalah cara belajar yang dirancang untuk studi individual dengan menggunakan beberapa ukuran dengan mengajar diri (self-teaching) dan laju diri (self-pacing) .
Nasution berpendapat, belajar berbasis aneka sumber (resource-based learning) merupakan segala bentuk belajar yang langsung menghadapkan peserta didik dengan sesuatu atau sejumlah sumber belajar secara individual atau kelompok dengan segala kegiatan belajar yang bertalian dengan itu, jadi bukan dengan cara konvensional dimana pendidik menyampaikan bahan pelajaran kepada peserta didik .
Dalam belajar berbasis aneka sumber guru bukan satu-satunya sumber belajar. Peserta didik dapat belajar dalam kelas, laboratorium, perpustakaan, pusat sumber belajar, bahkan di luar sekolah. Resource-based learning biasanya bukan satu-satunya strategi yang digunakan di sekolah. Disamping itu masih digunakan strategi belajar mengajar yang lain.
Pembelajaran dengan strategi ini dapat menggunakan pelbagai fasilitas yang ada dalam pusat sumber belajar (learning resource centers). Meskipun demikian strategi ini tidak sekedar memanfaatkan pusat sumber belajar, melainkan lebih jauh dari itu, termasuk melibatkan strategi belajar individual yang terstruktur dan pelbagai pengalaman belajar dengan pendekatan belajar yang berorientasi pada peserta didik dengan menggunakan sumber belajar (learning resources) manusiawi maupun non manusiawi secara optimal.
Dari beberapa devinisi diatas dapat disimpulkan, belajar berbasis aneka sumber (resource-based learning) atau BEBAS merupakan suatu strategi belajar yang dirancang untuk belajar individual (individual learning) yang meliputi belajar terbuka (open learning), belajar jarak jauh (distance learning), dan belajar luwes (flexible learning) dengan memanfaatkan aneka sumber belajar learning resources) seoptimal mungkin.
Beberapa istilah yang terkait dengan konsep belajar berbasis aneka sumber (BEBAS) adalah sebagai berikut:
Belajar individual (individual instruction) atau at-ta’lim al-fardy adalah suatu upaya untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik agar dapat belajar sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, kecepatan, dan caranya sendiri . Strategi ini memiliki enam unsur: 1) kerangka waktu yang luwes, 2) adanya tes diagnostik yang diikuti pembelajaran perbaikan, 3) pemberiaan kesempatan kepada peserta didik untuk memilih bahan pelajaran, 4) bentuk penilaian kemajuan belajar serta waktu pelaksanaanya dapat dipilih oleh peserta didik, 5) pemilihan lokasi belajar secara bebas, dan 6) bentuk kegiatan belajar dapat dipilih .
Belajar terbuka (open learning) adalah strategi belajar yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memilih:
1. Di mana belajar; di rumah, di tempat kerja, di dalam mobil dan sebagainya.
2. Kapan belajar; pagi hari sebelum bekerja, ketika anak-anak sedang sekolah, dan sebagainya.
3. Bagaimana cara belajar: dengan mengikuti strategi Universitas Terbuka, dengan komputer, video, dan lain-lain.
4. Tempat belajar; lesehan atau dalam ruangan kelas.
5. Bebas dari intrupsi .
Strategi belajar terbuka memberikan kesempatan yang lebih luas bagi peserta didik yang ingin belajar, tetapi tidak dapat memasuki sekolah konvensional karena alasan waktu, jarak tempat tinggal, umur, pekerjaan dan sebagainya. Strategi ini juga tidak terikat secara ketat pada ketentuan-ketentuan yang berlaku pada sekolah konvensional .
Belajar jarak jauh (distance learning) adalah sebuah kegiatan belajar yang diikuti oleh semua atau hampir semua peserta didik berada jauh dari induk lembaga pendidikan. Bahan-bahan pelajaran disediakan untuk peserta didik. Bimbingan dapat dilakukan melalui pengajar khusus (tutor) dari pengajar setempat. Dalam satu wilayah tertentu dapat dibentuk kelompok belajar. Salah satu contoh yang menerapkan strategi belajar ini adalah Universitas Terbuka . Belajar jarak jauh pertama dengan menggunakan bentuk korespondensi, dan setelah tahun 1990-an materinya hampir sama dengan belajar terbuka, yaitu dengan menggunakan audio kaset, video interaktif, pelatihan berbasis computer, dan lain-lain .
Belajar yang luwes (flexible learning) adalah suatu strategi belajar yang menawarkan semua sumber belajar kepada peserta didik mulai dari hal-hal yang bersifat konvensional sampai dengan pemanfaatan teknologi modern .
Sumber belajar (learning resources) dalam arti sempit adalah bahan tertulis (printed material). Tegasnya, buku teks yang dipegang pendidik disaat memberi pelajaran. Dapat juga diartikan sebagai sarana pengajaran yang mampu menyajikan pesan, baik secara auditiv maupun visual; film, video, kaset, dsb. Sedang menurut rumusan AECT meliputi: pesan, manusia, material (media, software), peralatan (hardware), teknik (strategi), dan lingkungan (setting) yang digunakan secara sendiri-sendiri ataupun dikombinasikan untuk menfasilitasi terjadinya pembelajaran .
Pusat sumber belajar (learning resources centres) adalah segala sesuatu dari yang berbentuk ruangan sampai dengan sebuah gedung bertingkat yang diatur secara khusus untuk tujuan penyimpanan, perawatan, pengembangan, dan pemanfaatan koleksi sumber belajar baik yang berbentuk bahan cetak atau non cetak untuk digunakan peserta didik baik individu maupun kelompok kecil .

D. KARAKTERISTIK
Belajar berbasis aneka sumber mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memanfaatkan sepenuhnya segala sumber informasi sebagai sumber pelajaran dan memberikan kesempatan kepada pendidik untuk merencanakan kegiatan belajar dengan mempertimbangkan aneka sumber yang ada.
2. Berusaha memberi pengertian kepada peserta didik tentang luas dan aneka ragamnya sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk belajar.
3. Bertujuan mengganti pasivitas peserta didik dalam belajar tradisional dengan belajar aktif didorong oleh minat.
4. Berusaha meningkatkan motivasi belajar dengan menyajikan pelbagai bahan pelajaran, strategi kerja, dan media komunikasi yang berbeda dengan kelas tradisional.
5. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk belajar menurut kecepatan dan kesanggupan masing-masing.
6. Fleksibel dalam penggunaan waktu dan ruang belajar.
7. Berusaha mengembangkan kepercayaan terhadap diri sendiri dalam hal belajar yang memungkinkan peserta didik belajar sepanjang hidup .

K. STRATEGI PENGEMBANGAN
Belajar berbasis aneka sumber (BEBAS) merupakan strategi pembelajaran yang mengandung bermacam-macam bentuk dan segi. Pelbagai bentuk yang dipilih senantiasa bertalian dengan tujuan yang akan dicapai, misalnya untuk mengajar peserta didik memperoleh ketrampilan membaca dan memahami teks berbahasa Arab (maharah al-qira’ah) memerlukan bentuk atau strategi berbeda dengan mengajar peserta didik untuk memperoleh ketrampilan berbicara dalam bahasa Arab (maharah al-kalam). Namun demikian secara umum, Menurut Yusufhadi Miarso, strategi ini bertujuan mengantarkan peserta didik memiliki kompetensi professional skill. Dan untuk mengukur pencapaian kompetensi tersebut dapat digunakan beberapa teknik evaluasi, antara lain: 1) portopolio untuk mengukur tindakan, 2) tes untuk mengukur penguasaan materi, 3) dll..
Strategi belajar ini diutamakan untuk membekali peserta didik menjadi seorang yang sanggup belajar dan meneliti sendiri, maka mereka harus dilatih menghadapi masalah-masalah yang terbuka jawabannya berdasarkan data yang dikumpulkan dari aneka sumber. Dalam pelaksaannya perlu mempertimbangkan; pengetahuan yang dimiliki oleh pendidik dan peserta didik, tujuan pengajaran, pemilihan strategi, ketersediaan sumber, dan tempat .
Aneka sumber yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan belajar berbasis aneka sumber (BEBAS) yaitu:
1. Pesan: informasi yang diteruskan komponen lain dalam bentuk ide, fakta, arti, dan data.
2. Manusia: orang yang bertindak sebagai penyimpan, pengelola, dan penyampai pesan.
3. Media (software): sesuatu yang menyimpan pesan untuk ditransmisikan dengan menggunakan peralatan, namun kadang-kadang dengan menggunakan dirinya sendiri.
4. Alat (hardware): sesuatu yang mentransmisikan pesan yang tersimpan dalam media.
5. Teknik atau strategi: prosedur atau acuan rutin yang disiapkan untuk menggunakan bahan, peralatan, lingkungan, dan orang untuk mentransmisikan pesan.
6. Lingkungan (setting): lingkungan sekitar dimana pesan itu diterima .
Belajar berbasis aneka sumber (resource-based learning) dapat berjalan dengan baik apabila didukung olehbeberapa komponen, yaitu:
1. Institusi yang memiliki komitmen terhadap strategi ini.
2. Adanya kerja sama yang baik antara akademisi, pustakawan, teknisi, staf komputer, desiner, dan administrator sebagai tim untuk memproduksi materi belajar.
3. Materi tidak harus digunakan secara bersama-sama.
4. Meteri bersifat relatif, maka perlu improvisasi lebih lanjut.
5. Produksi materi memperoleh penghargaan secara khusus.
6. Adanya evaluasi terhadap peserta didik .
Dalam pengajaran bahasa Arab, strategi belajar berbasis aneka sumber dapat diaplikasikan untuk mengajarkan berbagai ketrampilan bahasa Arab, antara lain:
1. Ketrampilan membaca/ مهارة القرءة ; peserta didik dapat memanfaatkan buku, majalah, jurnal, kamus, komputer, dll.
2. Ketrampilan menimak dan berbicara/مهارة الاستماع و الكلام ; peserrta didik dapat menggunakan tape recorder, video, televisi, wawancara dengan pakar, laboratorium, dll.
3. Ketrampilan menulis/ مهارة الكتابة peserta didik dapat memanfaatkan koran, majalah, lingkungan, intenet, dll.
4. Debat bahasa Arab, peserta didik dapat memanfaatkan televisi, majalah, koran, eksperimen, dll.

F. PEMBAHASAN
Belajar berbasis aneka sumber (resource-based learning) atau BEBAS merupakan stretegi pembelajaran yang lebih menekankan aspek individual peserta didik, memberikan kebebasan untuk belajar sesuai dengan kemampuan dan kecepatan masing-masing dalam menyelesaikan bahan pengajaran dengan memanfaatkan aneka sumber belajar.
Hal tersebut bukan berarti menghilangkan peran pendidik, juga bukan berarti pendidik dapat duduk bermalas-malas dan membiarkan peserta didik belajar di perpustakaan, laboratorium, dan tempat lain yang dapat digunakan untuk belajar. Pendidik harus tetap terlibat dalam setiap pembelajaran, mulai merencanakan, menentukan dan mengumpulkan sumber informasi, memberi motivasi, memberi bantuan bila diperlukan oleh peseta didik. Di samping itu, pendidik harus bekerja sama dengan beberapa pihak yang dapat menyediakan aneka sumber belajar.
Peranan pendidik akan mengalami pergeseran, dari tokoh yang selalu memberikan informasi menjadi sosok yang memberikan bimbingan dan bantuan kepada peserta didik secara individual. Peserta didik juga mengalami perubahan strategi belajar, dari pasif-reseptif harus beradaptasi dengan strategi belajar yang aktif-partisipatif.
Belajar berbasis aneka sumber (BEBAS) berusaha memusatkan kegiatan belajar pada peserta didik dan bukan pada pendidik, menekankan pengajaran individual; peserta didik dapat mempelajari sendiri bahan pengajaran, namun disamping itu mereka juga melakukan interaksi dengan peserta didik lain.
Bila dicermati, strategi ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
1. Strategi ini sulit diterapkan untuk semua jenmjang pendidikan. Karena, strategi ini akan mengalami kesulitan bila digunakan untuk peserta didik yang masih relatif muda atau pendidikan tingkat dasar. Menurut Prof. Yusufhadi Miarso, peserta didik yang masih muda memiliki karakteristik; dependent, identitas diri lemah, lebih banyak mendapatkan (untuk dibiasakan), belajar mengandung resiko, belajar berkisar subyek (subject-centered), perlu bimbingan pendidik, dan cukup sedikit motivasi. Dengan kata lain, strategi ini lebih tepat untuk orang-orang dewasa atau pendidikan tingkat menengah dan tinggi yang memiliki karekteristik; independent, identitas diri kuat, banyak pengalaman, lebih banyak meninggalkan (kebiasaan lama), belajar merupakan kunci keberhasilan, belajar berkisar masalah (problem-centered), diberi kemudahan, dan motivasi kuat. Pendidik mengalami kesulitan dalam membuat bahan pengajaran, menyusun strategi belajar terutama menyiapkan sumber belajar baru, karena pendidik harus mempelajari ketrampilan baru agar dapat memproduksi materi yang baik.
2. Sangat tergantung pada mutu sumber belajar yang digunakan, artinya kwalitas, kwantitas, dan intensitas penggunaan sumber belajar akan berpengaruh terhadap keberhasilan strategi ini.
Di samping kelemahan tersebut, belajar berbasis aneka sumber (BEBAS) memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
1. Dapat memanfaatkan aneka sumber belajar yang ada, baik di dalam maupun di luar sekolah.
2. Bahan pengajaran dapat dipelajari setiap saat, sesuai kemampuan dan gaya belajar peserta didik.
3. Kecepatan menyelesaikan bahan pengajaran ditentukan individu peserta didik.
4. Bimbingan dan bantuan yang diberikan pendidik lebih bermakna karena sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
5. Kesempatan belajar lebih luas dan fleksibel.

E. KESIMPULAN
Belajar berbasis aneka sumber (resource-based learning) atau BEBAS merupakan suatu strategi belajar yang dirancang untuk belajar individual (individual learning) yang meliputi belajar terbuka (open learning), belajar jarak jauh (distance learning), dan belajar luwes (flexible learning) dengan memanfaatkan aneka sumber belajar (learning resources) seoptimal mungkin.
Kehadiran strategi ini dilatari oleh beberapa perubahan, antara lain; perubahan sifat dan pola ilmu pengetahuan, pemahaman baru tentang teori belajar, dan perubahan media komunikasi.
Ciri-ciri belajar berbasis aneka sumber antara lain, memanfaatkan aneka sumber belajar, merubah pola belajar peserta didik dari pasif menuju aktif, meningkatkan motivasi belajar, memberi kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sesuai kemampuan dan kecepatannya, mengembangkan kepercayaan diri, serta bersifat fleksibel.
Strategi pengembangan belajar berbasis aneka sumber dengan memanfaatkan aneka sumber belajar yang berupa pesan, manusia, media, peralatan, strategi, dan lingkungan, serta komitmen dari sebuah institusi yang mengembangkan strategi ini.
Belajar berbasis aneka sumber dapat diterapkan untuk pembelajaran bahasa Arab pada tingkat menengah dan tinggi, untuk menganghantarkan peserta didik memperoleh pengetahuan kebahasaan sesuai dengan kemampuan, minat, dan kebutuhan peseerta didik.

DAFTAR PUSTAKA
Beswick, Norman, Resource-Based Learning, London: Heinemann Education Books, 1977.

Brown, Sally and Brenda Smith, Resource-Based Learning, London: Kogan Page, 1996.

Dorrell, Jullie, Resource-Based Learning Using Open and Flexible Learning Resources for Continous Development, England: McGraw Hill, 1993.

Hrl, Zainuddin dkk. Pusat Sumber Belajar, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Makalah, 1985.

Miarso, Yusufhadi, Teknologi Komunikasi Pendidikan Pengertian dan Penerapannya di Indonesia, Jakarta: Pustekkom dan Rajawali, 1984.

——–, Perbedaan Belajar, Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, Bahan Kuliah, 2002.

——–, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana. 2004.

Nasution, S. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta: Bina Aksara, 1984.

——–, Teknologi pendidikan, Jaakarta: Bina Aksara, 1999.

Percival, Fred and Henry Ellington., Teknologi Pendidikan, Terjemah Sudjarwo S, Jakarta: Erlangga, 1988

Soeharto, Karti dkk. Teknologi Pembelajaran (Pendekatan Strategi, Konsepsi dan Model, SAP, Evaluasi, Sumber Belajar dan Media), Surabaya: SIC, 1995.

Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai, Teknologi Pengajaran, Bandung : Sinar Baru, 1989.

Tp, Tantangan Besar Pendidikan Membangun “Networking” dalam Suara Pembaharuan, 23 April 2001.
محمد على الخولى, أسالب تدريس اللغة العربية, الرياض: المملكة العربية السعودية, 1982

محمد عطية الأبراشى, الاتجاهات الحديثة فى التربية, القاهرة: دار احياء الكتب العربية, 1966

Diposkan pada BAHASA ARAB, PENELITIAN

Implementasi KTSP di SMPN 3 Tangsel (Hasil Observasi)

Disusun oleh : Hamdi Assidqi, Siti Usniyah, Lesvi Silvia, Hilmi Zaada, Nunuk Asmawati

Dosen Pengampu : Drs. Syamsul Arifin, M.Pd

KATA PENGANTAR

بسم الله الرّحمن الرّحيم

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Rabbul ‘aalamin. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, kepada keluarga dan para sahabat serta kita sebagai umatnya.

Ucapan terima kasih kami haturkan kepada:

  • Bapak Syamsul Arifin selaku dosen pengampu mata kuliah Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab, yang selalu memberikan kami arahan dan bimbingan.
  • Bapak Sholeh selaku Kabag. Kurikulum yang bersedia kami wawancarai perihal KTSP.
  • Rekan kelompok observasi yang ikut serta dalam pembuatan makalah hasil observasi
  • Teman- teman PBA semester VI A, serta semua pihak yang turut membantu kelancaran pembuatan makalah hasil observasi ini.

Alhamdulillah, berkat motivasi dan dorongan, serta kerjasama yang baik dari semua tim pada akhirnya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Saya berharap semoga hasil laporan ini dapat menambah wawasan bagi saya khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya. Terakhir, saya mengucapkan permohonan maaf, apabila dalam penulisan laporan hasil observasi ini terdapat banyak kekurangan.

Ciputat, 15 Juni 2011

Observer

BAB I

PENDAHULUAN

KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2006/2007 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP.

Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata lain, pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak ada intervensi dari Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional. Penyusunan KTSP selain melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite sekolah serta bila perlu para ahli dari perguruan tinggi setempat. Dengan keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP maka KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum terbaru di Indonesia yang disarankan untuk dijadikan rujukan oleh para pengembang kurikulum di tingkat satuan pendidikan. KTSP merupakan kurikulum yang berorientasi pada pencapaian kompetensi, oleh sebab itu kurikulum ini merupakan kurikulum penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi atau yang kita kenaldengan KBK (kurikulum 2004). Ini dapat dilihat dari unsur yang melekat pada KTSP itu sendiri, yakni adanya standar kompetensi dan kompetensi dasar serta adanya prinsip yang sama dalam pengelolaan kurikulum yakni yang disebut dengan Kurikulum Berbasis Sekolah (KBS). Standar kompetensi dan kompetensi dasar dapat kita lihat dari standar isi (SI) yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), yang diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan (SKL), yang selanjutnya SI dan SKL itu harus dijadikan salah satu rujukan dalam pengembangan kurikulum disetiap satuan pendidikan, sedang KBS merupakan salah satu prinsip pengembangan yang dirancang untuk memberdayakan daerah dan sekolah dalam merencanakan, melaksanakan dan mengelola serta menilai proses dan hasil pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan serta daerah dimana sekolah itu berada.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, lahir dari semangat otonomi daerah, dimana urusan pendidikan tidak semuanya tanggung jawab pusat, akan tetapi sebagian menjadi tanggung jawab daerah, oleh sebab itu dilihat dari pola atau model pengembangan KTSP merupakan salah satu model kurikulum yang bersifat disentralistik.

Selanjutnya akan diuraikan tentang pengertian, tujuan, dasar atau landasan pengembangan, prinsip-prinsip pengembangan dan komponen KTSP.

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Pengertian KTSP

Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15), dijelaskan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.[1] Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetnsi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar nasional Pendidikan.

Apabila kita analisis konsep diatas, maka ada beberapa hal yang berhubungan dengan makna kurikulum operasional, yaitu:

Pertama, sebagai kurikulum yang bersifat operasional, maka dalam pengembangannya, KTSP tidak akan lepas dari ketetapan-ketetapan yang telah disusun pemerintah secara nasional. Artinya, walaupun daerah diberi kewenangan untuk mengembangkan kurikulum, akan tetapi kewenangan itu hanya sebatas pada pengembangan operasionalnya saja. Sedangkan yang menjadi rujukan pengembangannya itu sendiri ditentukan oleh pemerintah, misalnya jenis mata pelajaran besrta jumlah jam pelajarannya, isi dari setiap mata pelajaran itu sendiri, serta kompetensi yang harus dicapai oleh setiap mata pelajaran itu. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sikdiknas pasal 36 ayat 1, yang menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional. Daerah dalam menentukan isi pelajaran terbatas pada pengembangan kurikulum muatan lokal, ykni kurikulum yang memiliki kekhasan sesuai dengan kebutuhan daerah, serta aspek pengembangan diri yang sesuai dengan minat siswa. Jumlah jam pelajaran kedua aspek tersebut ditentukan oleh pemerintah.

Kedua, sebagai kurikulum operasional, para pengembang KTSP, dituntut dan harus memperhatikan diri khas kedaerahan, sesuai dengan bunyi Undang-Undang No. 20 tahun 2003 ayat 2, yakni bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversivikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Persoalan ini penting dipahami, sebab walaupun standar isi ditentukan oleh pemerintah, akan tetapi dalam operasional pembelajarannya yang direncanakan dan dilakukan oleh guru dan pengembang kurikulum tidak terlepas dari keadaan dan kondisi daerah. Misalnya ketika standar isi mengharuskan siswa mempelajari masalah transportasi, maka para pengembang KTSP disetiap daera akan berbeda dengan daerah lain. Karena bisa jadi di Jawa misalnya mengembangkan isi kurikulum tentang transportasi darat, sedangkan di Kalimantan akan banyak membahas masalah transportasi laut/sungai.

Ketiga, sebagai kurikulum operasonal, para pengembang kurikulum di daerah memiliki keleluasaan dalam mengembangkan kurikulum menjadi unit-unit pelajaran, misalnya dalam mengembangkan strategi dan metode pembelajaran, dalam menentukan media pembelajaran dan dalam menentukan evaluasi yang dilakukan termasuk dalam menentukan berapa kali pertemuan dan kapan suatu topik materi harus dipelajari siswa agar kompetensi dasar yang telah ditentukan dapat tercapai.

  1. Karakteristik KTSP

Dihubungkan dengan konsep dasar dan desain kurikulum, KTSP memiliki karakteristik:

  • Dilihat dari desainnnya KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu, hal ini dapat dilihat dari: Pertama, struktur program KT SP yang memuat sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh pesera didik. Setiap mata pelajaran yang harus dipelajari itu selain sesuai dengan nama-nama disiplin ilmu juga ditentukan jumlah jam pelajarannya. Kedua, kriteria keberhasilan KTSP lebih banyak diukur dari kemampuan siswa menguasai pelajaran. Hal in dapat dilihat dari sistem kelulusan yang ditentukan oleh standar minimal penguasaan isi pelajaran seperti yang diukur dari hasil Ujian Nasional.
  • KTSP adalah kurikulum yang berorientasi paa pengembangan individu. Hal ini dapat dilihat dari prinsip pembelajaran KTSP yang menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran melalui berbagai pendekatan dan strategi pembelajaran yang disarankan, misalnya CTL, inkuiri, pembelajaran portofolio, dan lain sebagainya.
  • KTSP adalah kurikulum yang mengakses kepentingan daerah. Hal ini tampak pada salah satu prinsip KTSP, yakni berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
  • KTSP merupakan kurikulum teknologis. Hal ini dapat dilihat dari adanya standar kompetensi, kompetensi dasar yang kemudian dijabarkan pada indikator hasil belajar, yakni sejumlah prilaku yang terukur sebagai bahan penelitian.
  1. Tujuan KTSP

Tujuan umum ditetapkan KTSP adalah untuk mendirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam mengembangkan kurikulum. Sedangkan secara khusus tujuan KTSP adalah untuk :

  • Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
  • Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
  • Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang dicapai.
  1. Dasar Penyusunan KTSP

Pengembangan KTSP didasarkan pada dua landasan pokok, yakni landasan empiris dan landasan formal. Yang menjadi landasan empiris diantaranya dalah: Pertama, adanya kenyataan rendahnya kualitas pendidikan kita baik dilihat dari sudut proses maupun hasil belajar. Kedua, Indonesia adalah negara yang sangat luas yang memiliki keragaman sosial budaya dengan potensi dan kebutuhan yang berbeda. Selama ini kurikulum yang bersifat sentralistik cenderung mengabaikan potensi dan kebutuhan daerah yang berbeda itu. Akibatnya, lulusan pendidikan tidak sesuai dengan harapan dan kebutuhan daerah dimana sisw tinggal. KTSP sebagai kurikulum yang bersifat disentralistik memiliki prinsip berorientasi pada kebutuhan dan potensi daerah. Ketiga, selama ini peran sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum bersifat pasif. Sekolah hanya berfungsi untuk melaksanakan kurikulum yang disusun oleh pusat, yang kemudian berimbas pada kurangnya peran dan tanggung jawab masyarakat dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program sekolah. KTSP sebagai bentuk kurikulum disentralistik menuntut peran aktif masyarakat, sebab KTSP disusun dan dirancang oleh sekolah dan masyarakat.

Adapun yang menjadi landasan formal, KTSP disusun dalam rangka memenuhi amanat yang tertuang dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.[2]

  1. Prinsip-Prinsip Pengembangan KTSP

KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota (untuk pendidikan dasar), Provinsi (untuk pendidikan menengah). KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

  • Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
  • Beragam dan terpadu.
  • Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,teknologi dan seni.
  • Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
  • Menyeluruh dan berkesinambungan.
  • Belajar sepanjang hayat.
  • Seimbang antara kepentingn nasional dan kepentingan daerah
  1. Komponen KTSP

Komponen KTSP terdiri dari:

  • Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan.
  • Struktur dan muatan KTSP, yang meliputi:
  • Mata pelajaran
  • Muatan lokal
  • Kegiatan pengembangan diri
  • Pengaturan beban belajar
  • Ketuntasan belajar
  • Kenaikan kelas dan kelulusan
  • Penjurusan
  • Pendidikan kecakapan hidup
  • Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global
  • Kalender pendidikan[3]
  1. Implementasi KTSP di SMPN 3 Tangsel

Inilah hasil yang dapat kami laporkan sehubungan dengan implementasi KTSP di SMPN 3 Tangsel.

  1. Daftar pertanyaan dalam wawancara
  • Sejauh mana Bapak memahami KTSP? Dan apakah disekolah ini sudah menerapkan kurikulum tersebut?
  • Apakah kelebihan dan kelemahan KTSP dibandingkan kurikulum sebelumnya?
  • Adakah sosialisasi yang dilakukan kepada guru-guru? Dan adakah pelatihan khusus yang dilakukan guna meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah ini?
  • Apakah guru-guru di sekolah ini diberikan kewajiban untuk membuat RPP pada setiap mata pelajaran?
  • Adakah tim khusus yang bertugas sebagai pengembang KTSP?
  • Apa saja kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan KTSP ini?
  • Apakah KTSP bisa menjamin kelulusan peserta didik disekolah ini, khususnya ketika menghadapi UN?
  1. Hasil wawancara

Dengan KTSP sekolah lebih diberi kebebasan dalam mengelola pembelajaran, tidak terpaku dengan kurikulum yang diberikan oleh pemerintah. KTSP juga memberikan pengaruh yang sangat positif, karenanya sekolah diberikan apresiasi terhadap apa yang akan diajarkan oleh guru kepada siswa.

Adanya peralihan dari KBK ke KTSP memberikan dampak yang cukup baik bagi guru maupun siswa. Bagi guru, ia dapat lebih leluasa dengan kebebasan yang diberikan KTSP dalam mengembangkan bahan ajar, yang tidak harus di dikte oleh buku pelajaran, karena dengan menggunakan KTSP bahan ajar yang digunakan oleh guru tidak hanya dari buku pelajaran saja, akan tetapi bisa dari internet, misalnya berupa artikel dan lain sebagainya. Tidak seperti KBK, guru seolah-olah di dikte oleh buku. Dan bagi siswa dengan KTSP dapat memperluas wawasan/pengetahuan siswa, karena mereka tidak hanya mendapat pengetahuan baru dari guru dan buku saja, tetapi dari internet juga siswa dapat memperoleh pengetahuan baru. Terlebih lagi di zaman yang serba tekhnologi ini.

Namun penerapan KTSP ini belum berhasil secara tuntas, karena masih banyak keterbatasan yang dialami oleh sekolah ini sendiri, diantaranya:

  • Kurangnya dana, menjadikan penghambat lancarnya keberlangsungan proses blajar mengajar.
  • Kurangnya fasilitas yang dapat menunjang pembelajaran di sekolah, menjadi penghambat kurang maksimalnya tujuan yang ingin dicapai. Meskipun pada umumnya tidak semua mata pelajaran membutuhkan fasilitas (berupa media, laboratorium, dll), namun secara keseluruhan fasilitas yang tersedia masih belum maksimal. Seperti contohnya sekolah ini masih belum punya lapangan olah raga, dan ini sangat menjadi kendala bagi peserta didik yang memiliki kecendrungan pada bidang tersebut.

Dengan keterbatasan fasilitas yang dimiliki sekolah, itu sama sekali tidak menjadi penghambat penerapan KTSP disekolah ini. Justru sebaliknya dengan menggunakan KTSP diharapkan dapat mempermudah proses belajar mengajar guru di sekolah, karena guru dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menyampaikan materi pembelajaran tanpa harus bergantung pada media. Sehingga dapat menciptakan proses pembelajaran yang PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan).

Sama halnya dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya, KTSP ini juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan dari KTSP ini adalah bahwa sekolah pada umumnya atau guru secara khusus dapat lebih bebas mengembangkan idenya sendiri dalam melaksanakan proses pembelajaran yang lebih efektif dan efisien. Namun di samping kelebihan tersebut, KTSP juga memiliki kekurangan, yaitu yang mana seharusnya dengan diterapkannya KTSP ini, sekolah juga diberikan hak untuk membuat soal UN (Ujian Nasional) sendiri, bukan malah sebaliknya soal UN diberikan dari pemerintah dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang disamaratakan saat ujian. Padahal fasilitas yang dimiliki setiap sekolah berbeda-beda. Jadi alangkah lebih baiknya jika saat UN soal diberikan dari sekolah.

Terlebih lagi saya dapat menjamin bahwa nilai yang diberikan sekolah sesuai dengan penilaian guru lebih konkrit daripada nilai UN yang hanya dilakukan beberapa hari. Karena penilaian yang diberikan guru bukan hanya pada saat ujian, tapi juga bisa dilihat dari nilai kepribadian siswa sehari-hari baik pada guru, kaka kelas, teman sebaya, ataupun bahkan pada adik kelasnya.

Penerapan KTSP ini diinstruksikan di sekolah-sekolah secara umum. Dengan memberikan kebebasan kepada guru untuk mengajar. Guru tidak harus di dikte oleh bahan ajar/buku saat mengajar di kelas. Dengan KTSP guru diberi kebebasan untuk mengembangkan bahan ajar, asalkan apa yang diajarkan oleh guru sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan. Berbeda dengan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), yang mana guru harus mengajar sesuai dengan bahan ajar/buku yang ia gunakan untuk mengajar di sekolah.

Diterapkannya KTSP di sekolah-sekolah belum sepenuhnya dipahami oleh guru-guru, hal ini tergantung dengan latar belakang/asal sekolah guru tersebut saat menempuh pendidikan terakhirnya. Jika ia menempuh pendidikan terakhirnya di fakultas pendidikan dan keguruan/tarbiyah, maka kemungkinan besar guru banyak lebih tahu tentang KTSP dibandingkan dengan guru yang menempuh pendidikan terakhirnya selain di tarbiyah, ia akan lebih sedikit tahu tentang KTSP. Guru tersebut hanya mentransfer ilmu yang telah didapatnya saat sekolah di perguruan tinggi saja, tetapi ia tidak banyak tahu tentang konsep KTSP, begitupula halnya dalam mengelola pembelajaran dan mengelola kelas, saat memilih stratedi, pendekatan dan metode pembelajaran, mungkin guru itupun kurang memahaminya.

Dari pihak sekolah sendiri, kami memfasilitasi guru-guru baik dalam pemahaman maupun cara pengembangan KTSP melalui penataran dan workshop, atau bahkan melalui MGMP yang dilakukan ditingkat sekolah. Dan Alhamdulillah disekolah ini sendiri sudah dibentuk tim khusus dalam mengembangkan KTSP (dapat dilihat di lampiran).

Pelaksanaan KTSP di sekolah harus disesuaikan dengan lingkungan sekolah itu sendiri, serta disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia di sekolah. Guru harus sekreatif mungkin memanfaatkan fasilitas yang ada di sekolah sebagai media pembelajaran. Karena KTSP memang harus disesuaikan dengan lingkungan sekolah itu sendiri.

Berkaitan dengan muatan lokal yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan sekolah. Disekolah ini kami menerapakan mata pelajaran yang sesuai dengan lingkungan disekitar sekolah juga sesuai dengan tuntutan masyarakat. Karena Tangerang Selatan ini merupakan daerah industri, maka kami menerapkan tata boga dan tata busana. Ditambah dengan mata pelajaran yang diwajibkan dari provinsi yaitu BTQ (Baca Tulis al-Qur’an).

Mengenai pengaruh KTSP terhadap keberhasilan UN, dalam proses pembelajaran dapat dikatakan berpengaruh. Pada umumnya memang sangat memberatkan, apalagi untuk tahun ini adanya penambahan mata pelajaran yang di UN-kan. Itu selain menjadi beban bagi peserta didik juga menjadi beban bagi guru-guru, khususnya guru pengampu mata pelajaran yang di UN-kan. Namun bersyukur untuk tahun ini, peserta didik lulus 100% dengan hasil tertinggi 3,75 dan terendah 2,60.

 BAB III

PENUTUP

  1. Kesimpulan

Dari hasil observasi yang kami lakukan, ada beberapa point penting yang dapat disimpulkan mengenai KTSP.

Kita tahu bahwa setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing bergantung kepada situasi dan kondisi saat di mana kurikulum tersebut diberlakukan. Menurut hemat penulis KTSP yang direncanakan dapat diberlakukan secara menyeluruh disemua sekolah-sekolah di Indonesia pada tahun 2009 itu juga memiliki beberapa kelebihan jika dibanding dengan kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 2004 atau KBK. Kelebihan-kelebihan KTSP ini antara lain:

  • Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
  • Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
  • KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu bagi kebutuhan siswa.
  • KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20%.
  • KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.

Di samping memiliki kelebihan-kelebihan juga memiliki kelemahan-kelemahanya. Sebagai konsekuensi logis dari penerapan KTSP ini setidak-tidaknya menurut kami terdapat beberapa kelemahan-kelemahan dalam KTSP maupun penerapannya, di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada.
  • Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP.
  • Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik konsepnya, penyusunannya maupun prekteknya di lapangan.
  • Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak kurang pendapatan para guru.

DAFTAR PUSTAKA

 

Badan Standar Nasional Pendidikan. Panduan Penyusunan KTSP, Jakarta: 2006.

Departemen Pendidikan Nasional RI. Peraturan Pemerintah RI No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: 2006.

Sanjaya, Wina. Kurikulum dan Pembelajaran-Teori dan Praktek Pengembangan KTSP. Jakarta: Kencana, 2008.

     [1] Departemen Pendidikan Nasional RI. Peraturan Pemerintah RI No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. (Jakarta: 2006), hlm 4.

     [2] Wina Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajaran-Teori dan Praktek Pengembangan KTSP. (Jakarta: Kencana, 2008) halaman 127-138.

     [3] Badan Standar Nasional Pendidikan. Panduan Penyusunan KTSP. (Jakarta:2006). Hlm 4-18.

Diposkan pada BAHASA ARAB

PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUH TETANG BAHASA ARAB

Berbicara mengenai Muhammad Abduh sangatlah menarik untuk diperhatikan, karena dari perjalanan yang diperoleh, mendorong Abduh memilih bidang pendidikan sebagai media pengabdian ilmunya dan sebagai tempatnya melontarkan ide-ide pembaharuannya. Dalam pandangan Abduh, ia melihat bahwa semenjak masa kemunduran Islam, system pendidikan yang berlaku di seluruh dunia Islam lebih banyak dampak negative dalam dunia pendidikan. System madrasah lama akan menghasilkan ilmu pengetahuan modern. Sedangkan sekolah pemerintah mengeluarkan tenaga ahli yang tidak mempunyai visi dan wawasan keagamaan.

Dengan melakukan lintas disiplin ilmu antara kurikulum madrasah dan sekolah, maka jurang pemisah antara golongan ulama dan ilmuwan modern akan dapat diperkecil. Pembaharuan pendidikan ini dilakukan dengan menata kembali struktur pendidikan al-Azhar, kemudian di sejumlah institusi pendidikan lain yang berada di Thanta, Dassuq, Dimyat, dan Iskandariyah. Abduh berharap, melalui upayanya melakukan pembaharuan di lembaga pendidikan al-Azhar, maka pendidikan di dunia Islam akan mengikutinya.

1. Riwayat hidup Muhammad Abduh

Muhammad Abduh lahir di Mesir (Desa Mahallat Nashr, Provinsi Gharbiyah), pada tahun 1819 M (1265 H). Ayahnya bernama Abduh Khairullah, warga mesir keturunan Turki. Ibunya adalah perempuan yang berasal dari suku Arab yang nasabnya sampai pada Umar Ibnul Khattab, sahabat Nabi Muhammad SAW.

Pada tahun 1862, yaitu di usia 14 tahun, Abduh dikirim ke Thanta di sebuah lembaga pendidkan Masjid Al-Ahmad, milik Al-Azhar. Di sini ia belajar Bahasa Arab, Al-Qur’an, dan fikih dua tahun belajar di sini, ia merasa bosan. Menurut Abduh, system pendidikannya hanya mengandalkan hafalan dan tidak memberikan kebebasan para muridnya untuk mengembangkan fikirannya. Di usia 17 tahun tepatnya tahun 1866 M, Abduh menikah. Babak baru dari kehidupan Abduh. Tapi ayahnya tidak rela bila Abduh berhenti menuntut ilmu. Maka setelah 40 hari menikah, Abduh diminta ayahnya untuk kembali ke Thanta guna melanjutkan menuntut ilmu. Tapi, Abduh tak langsung ke Thanta, ia mampir ke rumah pamannya, seorang pengikut tarekat Syadziliyah. Semula ia sangat enggan belajar, tetapi karena dorongan paman ayahnya, Syeikh Darwis Khadar, Abduh akhirnya dapat menyelesaikan pelajarannya di Thanta. Setelah dirasa cukup, Abduh lalu melanjutkan menimba ilmu di Masjid Al-Ahmad. Di sinipun Abduh kembali kecewa. Maka ia pun mencari guru di luar Al-Azhar. Dari sinilah abduh belajar ilmu-ilmu non agama yang tidak ia dapatkan dari Al-Azhar, antara lain, filsafat, matematika, dan logika. Ia mendapatkan ilmu-ilmu itu dari Syeik Hasan at-Tawil.

Dari perjalanan yang diperoleh, mendorong Abduh memilih bidang pendidikan sebagai media pengabdian ilmunya dan sebagai tempatnya melontarkan ide-ide pembaharuannya. Dalam melihat dinamika dan wacana yag digagasnya.

Pada tahun 1884, ia diminta oleh al-Afghani untuk datang ke Paris dan bersama-sama menerbitkan majalah Urwatul wutsqa. Pada tahun 1885, ia pergi ke Beirut dan mengajar di sana. Akhirnya, atas bantuan temannya -diantaranya seorang Inggris-, pada tahun 1888 ia kemudian diizinkan pulang ke Kairo. Di sini kemudian ia diangkat sebagai hakim. Pada tahun 1894, ia menjadi anggota majelis al-A’la al-Azhar dan telah banyak memberikan kontribusi bagi pembaharuan di Mesir (al-Azhar) dan dunia Islam pada umumnya. Kemudian pada tahun 1899, ia diangkat sebagai mufti Mesir dan jabatan ini diemban sampai ia meninggal pada tahun 1905 dalam usia kurang lebih 56 tahun. [1]

Setelah lulus dari tingkat Alamiyah (sekarang Lc.), ia mengabdikan diri pada al-Azhar dengan mengajar Manthiq (Logika) dan Ilmu Kalam (Teologi), sedangkan di rumahnya ia mengajar pula kitab Tahdzib al-Akhlaq karangan Ibnu Maskawaih dan Sejarah Peradaban Kerajaan-kerajaan Eropa.

Pada tahun 1878, ia diangkat sebagai Pengajar Sejarah pada sekolah Dar al-‘Ulum (yang kemudian menjadi fakultas) dan ilmu-ilmu bahasa Arab pada Madrasah Al-Idarah Wal Alsun (Sekolah Administrasi dan Bahasa-bahasa).[2]

2. Pemikiran Muhammad Abduh terhadap Bahasa Arab

Menurut DR. M. Quraisy Syihab dalam Studi Kritis Tafsir Al-Manar terbitan Pustaka Hidayah tahun 1994 halaman 19, ada dua pemikiran pokok yang menjadi fokus utama pemikiran Muhammad Abduh, yaitu:

  1. Membebaskan aqal fikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang menghambat perkembangan pengetahuan agama sebagaimana Haqnya salaful Ummah, yakni memahami langsung dari sumber pokoknya, Al-Qur’an dan Hadits. [Wajarlah jika para pengikutnya beranggapan bahwa setiap orang boleh berijtihad, admin]
  2. Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik yang digunakan dalam percakapan resmi di kantor-kantor pemerintahan maupun dalam tulisan-tulisan di media massa. [Hal ini juga merupakan salah satu point yang ditekankan Hasan Al-Banna yang merupakan salah satu pengagum Muhammad Abduh dan Al-Manarnya, admin.]

Oleh : Siti Usniyah

sitiusniyah@yahoo.com

[1] http://boharudin.blogspot.com/2011/04/muhammad-abduh.html

[2] file:///E:/DOWNLOAD/syeikh-muhammad-abduh_02.html

Diposkan pada BAHASA ARAB

POPULASI, SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING

POPULASI, SAMPEL DAN TEKNIK SAMPEL

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Penelitian Bahasa dan Sastra Arab II

Dosen : Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA.

Disusun oleh :

Fadhilah Qurratuain      (108012000031)

Hilmy Zaada Faidullah   (108012000011)

Siti Usniyah                  (108012000023)

 

PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU TARBIYAH & KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2011

BAB I

PENDAHULUAN

 Mengingat tulisan tentang sampel, samping, dan populasi penelitian ini dipotong-potong menjadi beberapa bagian, maka sebelum masuk ke pembahasan bagian ini, perlu dirujuk ulang secara singkat apa yang penting dipahami terlebih dahulu.

Pertama, dalam penelitian ada subjek penelitian, yaitu seseorang atau sesuatu, apa saja, yang tentangnya (sifatnya, keadaannya, “attribute”-nya) penelitian akan dilakukan. Sifat atau keadaan (“attribute”) subjek yang akan diteliti itu disebut sebagai objek penelitian. Jika subjek penelitian banyak, maka keseluruhan subjek penelitian itu disebut populasi subjek penelitian. Setiap subjek penelitian merupakan anggota populasi subjek penelitian. Pembedaan objek dari subjek penelitian tidak di semua buku ada. Di dalam tulisan ini sengaja dimunculkan, agar para pemula bisa memahami istilah subjek penelitian lebih tepat, tidak terkisruhkan dengan pelaku penelitian.

Kedua, ada kalanya penelitian, dalam arti pengumpulan data, dilakukan kepada/terhadap subjek itu sendiri, ada kalanya kepada/lewat orang lain. Siapapun yang “ditanyai” (dalam arti luas) mengenai sifat keadaan subjek penelitian itu, disebut responden penelitian. Jadi subjek penelitian bisa sekaligus menjadi responden penelitian, bisa juga tidak.

BAB II

PEMBAHASAN

POPULASI, SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING

  1. POPULASI

Adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi itu bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik yang dimiliki oleh subyek atau obyek yang diteliti itu.

Satu orangpun dapat digunakan sebagai populasi, karena satu orang itu mempunyai berbagai karakteristik. Misalnya gaya bicaranya, disiplin pribadi, hobi, cara bergaul dan lain-lain.

  1. SAMPEL

Adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Misalnya penelitian tentang kepemimpinan presiden Y, maka kepemimpnannya itu merupakan sampel dari semua karakteristik yang dimiliki presiden Y.

Bila populasi besar, maka peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi. Misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu. Maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu, sampel yang diambil dari pupulasi harus betul-betul represntatif (mewakili).

Bila sampel tidak representatif, maka ibarat orang buta disuruh menyimpulkan karakteristik gajah. Satu orang memegang telinga gajah, maka ia menyimpulkan gajah itu seperti tembok besar. Satu orang lagi memegang ekornya, maka ia menyimpulkan gajah itu kecil seperti seutas tali.[1]

Persyaratan Sampel yanag Baik

Dalam penelitian ilmiah, sampel merupakan salah satu penentu signifikan atau tidaknya hasil yang diperoleh. Sampel yang baik adalah yang memenuhi persyaratan ilmiah, sebagai berikut:

  1. Representatif (keterwakilan)

Sampel yang representatif artinya ciri-ciri pada sampel mewakili ciri-ciri pada populasi.

  1. Memadai

Sampel yang memadai artinya sampel yang memiliki jumlah/ukuran yang mampu mewakili ciri-ciri yang ada pada populasi.

Sampel yang baik juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

  1. Derajat keseragaman

Semakin seragam atau homogen suatau populasi maka ukuran sampel dapat diperkecil.

  1. Rencana analisis

Jumlah sampel harus disesuaikan dengan analisis yang akan digunakan. Jika menggunakan analisis statistik, maka jumlah sampel harus lebih banyak atau disesuaikan dengan kebutuhan analisis statistik tersebut. Jika tidak menggunakan analisis statistik, hanya berupa kajian deskripsi, maka sampel yang digunakan dapat lebih sedikit.

  1. Tenaga, waktu dan biaya

Semakin banyak sampel, maka semakin banyak tenaga, waktu dan biaya yang dibutuhkan. Dengan demikian, sesuaikan jumlah sampel yang digunakan dengan kemampuan, namun tetap berpedoman pada aturan ilmiah yang berlaku.

3. TEKNIK SAMPLING

Adalah teknik pengambilan sampel. Untuk menentukkan sampel dalam penelitian, teknik sampling pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu Probability Sampling dan Nonprobability Sampling.

  1. Probability Sampling

Adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi :

  1. Simple Random Sampling

Dikatakan sample karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen. Pengambilan sampel acak dapat dilakukan dengan cara undian, memilih bilangan dari daftar bilangan secara acak.

  1. Proportionate Stratified Random Sampling

Digunakan bila populasi mempunyai anggota yang tidak homogen dan berstarata secara proporsional. Suatu organisasi yang mempunyai pegawai dari latar belakang pendidikan yang berstrata, maka populasi pegawai itu berstrata. Misalnya jumlah pegawai yang lulus S1 = 45, S2 = 30, STM = 800, ST = 900, SMEA = 400, SD = 300. Jumlah sampel yang harus diambil meliputi strata pendidikan tersebut.

  1. Disproportionate Stratified Random Sampling

Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel. Bila populasi berstrata tapi kurang prorporsional. Misalnya pegawai dari unit kerja tertentu mempunyai; 3 orang lulusan S3, 4 orang lulusan S2, 90 orang S1, 800 orang SMU, 700 orang SMP, maka tiga lulusan S3 dan empat orang lulusan S2 itu diambil semuanya sebagai sampel. Karena dua kelompok ini terlalu kecil bila dibandingkan dengan kelompok S1, SMU dan SMP.

  1. Cluster Sampling (Area Sampling)

Digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas. Misalnya penduduk dari suatu negara, provinsi atau kabupaten. Untuk menentukan penduduk mana yang akan dijadikan sumber data, maka pengambilan sampel ditetapkan secara bertahap dari wilayah yang luas (negara) sampai wilayah terkecil (kabupaten). Seteelah terpilih sampel terkecil, kemudian baru dipilih sampel secara acak.

  1. Nonprobability Sampling

Adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampel ini meliputi:

  1. Sampling Sistematis

Adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut. Misalnya anggota populasi yang terdiri dari 100 orang. Dari semua anggota itu diberi nomor urut, yakni dari nomor satu sampai 100. Lpengambilan sampel dapat dilakukan dengan mengambil nomor ganjil saja, genap saja, atau kelipatan dari bilangan tertentu. Misalnya dari kelipatan bilangan lima. Unutk ini yang diambil sebagai sampel adalah nomor 1, 5, 10, 15, 20, dan seterusnya sampai 100.

  1. Sampling Kuota

Adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang emempunyai ciri-ciri tertentu sampai kuota yang diinginkan. Sebagai contoh, akan melakukan penelitian tentang pendapat masyarakat terhadap pelayanan masyarakat dalam urusan ijin mendirikan bangunan. Jumlah sampel yang ditentukan 500 orang. Kalau pengumpulan data belum memenuhi kuota 500 orang tersebut, maka penelitian dipandang belum selesai.

Bila pengumpulan data dilakukan secara kolompok yang terdiri atas 5 orang pengumpul data, maka setiap anggota kelompok harus dapat menghubungi 100 orang anggota sampel, atau 5 orang tersebut harus dapat mencari data dari 500 anggota sampel.

  1. Sampling Insidental

Adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara insidental bertemu dengan peneliti dapat di8gunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui iitu cocok sebagai sumber data.

  1. Sampling Purposive

Adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Misalnya akan melakukan penelitian tentang kualitas makanan, maka sampel sumber datanya adalah orang yang ahli makanan. Sampel ini lebih cocok digunakan untuk penelitian kualitatif, ata penelitian-penelitian yang tidak melakukan generalisasi.

  1. Sampling Jenuh

Adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Mhal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang inigin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, di mana semua anggota populasi dijadikan sampel.

  1. Snowball Sampling

Adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan dua orang ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka lpeneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sebelumnya. Pada penelitian kulaitatif banyak yang menggunakan sampel purposive dan snowball. Misalnya akan meneliti siapa propokator jaringan teroris maka akan cocok menggunakan purposive dan snowball sampling.

Jumlah sampel yang diharapkan 100% mewakili populasi adalah sama dengan jumlah anggota populasi itu sendiri.

  1. Menentukan Ukuran Sampel

Roscoe dalam buku methods for business (1982 : 253) memberikan saran-saran tentang ukuran sampeluntuk penelitian seperti berikut ini :

  1. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500.
  2. Bila sampel dibagi dalam kategori maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30.

Dalam menentukan besarnya sampel ada beberapa faktor yang perlu diperhitungkan yaitu:

  1. Derajat keseragaman dari populasi. Makin seragam populasi itu akan makin kecil sampel yang dapat diambil. Sebaliknya, makin tidak seragam populasi itu makin besar sampel yang harus diambil.
  2. Presisi yang dikehendaki dari penelitian. Makin tinggi presisi yang dikehendaki, sampel yang diambil harus makin besar. Sebaliknya kalau penelitian itu tidak dapat mentoleransi tingkat presisi yang lebih rendah, sampel pun kemudian dapat diperkecil.
  3. Biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia. Makin besar biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia, akan makin besar juga sampel yang dapat diambil. Tingkat presisi yang diperolehnya akan menjadi makin tinggi. Sebaliknya kalau ketiga unsur yang di atas sangat terbatas jumlahnya, smpel yang dapat diambil pun terpaksa akan sangat terbatas dengan akibat tingkat presisi yang akan diperoleh menjadi rendah.[1]

Pemilihan metode pengambilan sampel hendaknya mempunyai sifat-sifat seperti:

  1. Dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti.
  2. Dapat menentukan presisi dari hasil penelitian dengan jalan menentukan penyimpang standar dari tasksiran-taksiran yang diperoleh.
  3. Sederhana sehingga mudah dilaksanakan.
  4. Dapat memberikan keterangan yang sebanyak mungkin dengan biaya yang serendah-rendahnya.
  5. Merupakan penghematan yang nyata dalam soal waktu, tenaga dan biaya, bila dibandingkan dengan pencacahan lengkap.

Dalam menentukan besarnya sampel ada beberapa faktor yang perlu diperhitungkan yaitu:

  1. Derajat keseragaman dari populasi. Makin seragam populasi itu akan makin kecil sampel yang dapat diambil. Sebaliknya, makin tidak seragam populasi itu makin besar sampel yang harus diambil.
  2. Presisi yang dikehendaki dari penelitian. Makin tinggi presisi yang dikehendaki, sampel yang diambil harus makin besar. Sebaliknya kalau penelitian itu tidak dapat mentoleransi tingkat presisi yang lebih rendah, sampel pun kemudian dapat diperkecil.
  3. Biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia. Makin besar biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia, akan makin besar juga sampel yang dapat diambil. Tingkat presisi yang diperolehnya akan menjadi makin tinggi. Sebaliknya kalau ketiga unsur yang di atas sangat terbatas jumlahnya, smpel yang dapat diambil pun terpaksa akan sangat terbatas dengan akibat tingkat presisi yang akan diperoleh menjadi rendah.[2]
  1. Cara Mengambil Anggota Sampel

Pengambilan sample secara random, dapat dilakukan dengan bilangan random, komputer, maupun dengan undian. Bila pengambilan dilakukan dengan undian, maka setiap anggota populasi diberi nomor terlebih dahulu sesuai dengan jumlah anggota populasi.

Karena teknik pengambilan sampel adalah random, maka setiap anggota populasi mempunyai peluang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Untuk contoh diatas peluang setiap anggota populasi = 1/1000. Dengan demikian cara pengambilannya bila nomor satu telah diambil, maka perlu dikembalikan lagi, kalau tidak dikembalikan peluangnya menjadi tidak sama lagi. Misalnya nomor pertama tidak dikembalikan lagi maka peluang berikutnya menjadi 1: (1000-1)= 1/999.peluang akan semakin besar bila yang telah diambil tidak dikembalikan. Bila yang telah diambil keluar lagi, dianggap tidak sah dan dikembalikan lagi.[3]

Pemilihan metode pengambilan sampel hendaknya mempunyai sifat-sifat seperti:

  1. Dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti.
  2. Dapat menentukan presisi dari hasil penelitian dengan jalan menentukan penyimpang standar dari tasksiran-taksiran yang diperoleh.
  3. Sederhana sehingga mudah dilaksanakan.
  4. Dapat memberikan keterangan yang sebanyak mungkin dengan biaya yang serendah-rendahnya.
  5. Merupakan penghematan yang nyata dalam soal waktu, tenaga dan biaya, bila dibandingkan dengan pencacahan lengkap.[4]

Penggunaan Sampel :

  1. Kehomogenan populasi terlihat jelas, contoh bila populasinya air laut, maka untuk mencicipinya tidak perlu semua diminum, tetapi cukup satu tetes saja.
  2. Kondisi populasinya tidak mempunyai batas, contoh bila hendak meneliti pergerakan awan cumulus setiap hari, cukuplah beberapa hari saja yang diamati.
  3. Untuk menghemat waktu dan biaya, contoh penelitian untuk menemukan obat penangkal untuk penderita suatu penyakit tidaklah harus dikumpulkan.
  4. Beresiko merugikan subyek, contoh bila hendak menguji kualitas nyala korek api yang dihasilkan pada korek api A. Maka bukan seluruh korek api yang diproduksi A diambil untuk diuji.[5]

DAFTAR PUSTAKA

 

Halid Alkaf, Nuraida, Metodologi Penelitian Pendidikan, Ciputat: Islamic Research Publishing. 2009.

Sugiono, Statistik Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta, 2008.

Subagyo, Pangestu dan Djarwanto Ps, Statistika Induktif, Edisi 5, Yogyakarta: Fak.Ekonomi UGM, 2005.

[1] Drs. Pangestu Subagyo, MBA dan Drs. Djarwanto Ps, Statistika Induktif Edisi 5, Yogyakarta: Fak.Ekonomi UGM, 2005. Hal. 94-95.

[2] Drs. Pangestu Subagyo, MBA dan Drs. Djarwanto Ps, Statistika Induktif Edisi 5, Yogyakarta: Fak.Ekonomi UGM, 2005. Hal. 94-95.

[3] Prof. DR. Sugiono, Statistik Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta, 2008. Hal. 75

[4] Ibid, Drs. Pangestu Subagyo, MBA dan Drs. Djarwanto Ps

[5] Nuraida Halid Alkaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, Ciputat: Islamic Research Publishing 2009. Hal :92

[1] Prof. DR. Sugiono, Statistik Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta, 2008. Hal, 63

 

Diposkan pada BAHASA ARAB

SEJARAH PERKEMBANGAN NAHWU ALIRAN MESIR

BAGIAN II

C. Pemikiran Beberapa Nuhat Mesir

         1. Imam as-Suyuthi

Imam as- Suyuthi lahir di Kairo setelah Maghrib malam Ahad 1 Rajab 849 H/ 3 Oktober 1449 M.[3] sedangkan nama lengkap dan Nasabnya adalah Abdurrahman bin Abi bakar bin Muhammad bin Sabiqudin bin Al-Fakhir Ustman bin Nashiruddin Muhammad bin Asy-Syaikh Hammamudin Al-Hamman Al-Khadhari As-Suyuthi.

Di samping aktif mengajar ilmu agama islam, al-Suyuthi juga sangat produktif menulis buku dalam berbagai ilmu. Aktifitas mengarang ini sebagaimana telah disebutkan, telah ia mulai sejak ia berumur 16 tahun. Penguasaannya yang baik atas berbagai cabang ilmu islam sangat memperlancar penulisan karangan-karangan tersebut. Menurut pengakuannya, sebagaimana yang dikutif oleh Harun, karangannya mencapai 300 judul buku, selain buku-buku yang dia musnahkan sendiri.[4] Namun menurut catan Para sejarawan, buku-bukunya berjumlah 571 buah, baik berupa karya besar dengan jumlah halaman yang banyak maupun buku-buku kecil dan karang-karangan singkat. Bahkan, dikatakan bahwa as-Suyuthi sangat berjasa dalam menampilkan kembali manuskrip-manuskrip lama yang pada waktu itu telah dianggap hilang.[5]
Syauqi Daif dalam karyanya, al-Madâris an-Nahwiyah, mengatakan bahwa Imam as-Suyuthi termasuk ulama yang produktif dalam semua aspek medan keilmuwan pada masanya diantaranya, ilmu Tafsir, Hadis, fiqh, Sejarah, Penerjemahan, bidang linguistik dan tata bahasa(Nahwu).[6]

Bidang bahasa Arab, as-Suyuthi juga menulis beberapa buku, di antataranya: al-muzhir fi ‘Ulum al-Lughah dan al-Iqtirah fi ‘Ilm Ushul al-Nahw wa jidali, Al-Asybah wa Nadzair fi al-Nahwi,(kitab Nahwu ini menggunakan metode Fikih) al-Akhbar al-Marwiyah fi Sabab Wadl’al- Arabiyyah,(dalam kitab ini mengumpulkan hadis-hadis khusus tentang permulaan ilmu Nahwu ) al-Bahjah al-mardhiyah (komentar terhadap kitab al-Fiyah ibnuMalik), Selanjutnya as- suyuthi mengarang kitab berjudul, al-Faridah fi al-Nahwi wa al-Tashrif wa al-Khath, jam al-Jawami’ yang kemudian dikomentari sendiri dengan sebuah kitab berjudul Ham’ al-Jawâmi’ fi Syarah jam’ al-Jawâmi’.[7]

2. Ibnu al-hajib

Nama lengkap beliau adalah Jamaluddin Utsman bin Umar bin Abi Bakr. Beliau di Esna wilayah Mesir bagian hulu pada tahun 570 H. Dan kemudian beliau tumbuh dikairo. Ayah beliau adalah seorang pelayan Raja Izzuddin asSholahi pada masa itu.Dari segi akedemisnya Ibnu alHajib menekuni dan mendalami beberapa bidang keilmuan.[8] Dan yang paling menonjol adalah Ilmu Fikih yang bermazhab Maliky, Ilmu Ushul, dan Ilmu Nahwu.

Ibnu al-Hajib telah banyak mengarang tentang Ilmu Fikih Maliky, Ilmu Ushul, dan Ilmu ‘Arudh dan karangannya populer adalah Kitab al-Kafiyah dan Kitab as-Syafiyah, yang masing-masingnya membahas tentang gramatika bahasa arab dan morfologinya.

Ibnu alHajib memiliki banyak pemikiran yang sebagian di terima dan disepakati oleh Ulama-ulama Nahwu dan sering pula bertentangan dengan pendapat-pendapat ulama Nahwu lainnya.

Diantara sekian banyak pendapatnya, beliau menyatakan bahwa I’rab itu adalah lafzy bukan maknawiy. Kemudian beliau beranggapan bahwa isim (sebelum penyusunannya dalam sighah dan ibarat) adalah mabniy. Lalu tentang dua isim isyarah ذان dan تانkeduanya adalah isim isyarah yang ditempatkan atau diposisikan untuk mutsanna. Akan tetapi, keduanya bukanlah bentuk mutsanna yang sebenarnya, mengapa? Karena ذان  tersebut merupakan sighah (bentuk) dalam posisi rafa’, dan dapat berubah menjadi ذين yang merupakan bentuknya yang lain yang berposisi nashab dan jar begitu pual dengan تان.

Sebagian besar ulama Nahwu berpendapat bahwa kalimat seperti غلامي adalah mabniy karena diidhofahkan kepada dhomir mabniy, tapi Ibnu al_Hajib berpendapat lain menurut beliau bahwa kalimat غلامي berkedudukan sebagai mu’rab muqaddar dengan acuan beliau kepada kalimat  كغلامه وغلام.

Kemudian pendapat beliau tentang lam ibtida’. Beliau sependapat dengan Imam Zamkhosyari bahwa lam yang terdapat pada mubtada’itu menjadi satu menjadi lam ibtida’ contoh لزيد قائم dan لقائم زيد, adapun selain dari posisi tersebut beliau berpendapat bahwa lamnya adalah lam muaakkdah contoh إن محمدا لقائم.

Ibnu al-Hajib juga sependapat dengan beberapa pendapat ulama nahwu Kuffah yang mana siafat nahwu Kuffah adalah lebih fleksibel, luntur dan mengadopsi bahasa-bahasa kelompok atau individu-individu tertentu sebagai acuan toeri mereka. Dan ini lebih bersifat deskriptif dalam teori-teori atau pun pembahasannya.[9]

Sebagian pendapat Ibnu al_Hajib yang mengamini mazhab Kuffah adalah jika lafadz لو kemudian diikuti oleh lafadz  ن المأكدةأ  maka i’rabnya dan yang setelahnya adalah fail ditakdirkan dengan ثبت . Selain itu, pendapat beliau lainnya adalah bahwa lafadz إلا  tidaklah bersifat seperti غير kecuali jika didahului oleh جمع منكر غير محصور  contohnya adalah   :

 لو كان فيهما ألهة لفسدتا   berlawanan dengan contoh lainnya yaitu  له علي عشرة إلا درهما  yang mana posisiإلا   isini adalah sebagai huruf istisna’ saja.

 

BAB III

KESIMPULAN

Pertumbuhan dan perkembanagan Nahwu mesir adalah fakta sejarah yang memiliki kontribusi nyata dalam perkembangan studi Islam terutama dalam gramtika bahasa arab serta morfologinya. Tentunya ini tidak terlepas dari peranan serta kontribusi dari tokoh-tokoh yang konsisten dalam mendalami dan mengembangkan nahwu sebagai pengetahuan yang telah merambah ke ranah epistemologi keilmuan. Ibnu alHajib dan imam as-Suyuthi merupakan dua tokoh  dari sekian banyak tokoh yang ikut andil dalam memainkan peranan itu. Pemikiran-pemikirannya merupakan kontribusi besar yang dimiliki oleh Mazhab Nahwu Mesir.

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, zamzam. Jurnal Adabiyyat. Ibnu Jinni: Menembus sekat mazhab Liguistik. (memadukan aspek logis dan sosiologis). Vol. 8. NO. 1, Juni 2009

Ali, Ilmu Nahwu dan Aliran-Alirannya April 29, 2012 http://blog.nashap.com/ilmu-nahwu-dan-aliran-alirannya/

Harun, taqdim ham al-Hawami,

  1. Habib, As-suyuthi Dan Pemikirannya Di bidang Nahwu: Jurnal Adabiyat, Vol. 3, No. II,. Juli 2004

Syauqi Daif, Madrasah al-Mishri, Al-Madârisun Nahwiyah, 1976. Darul Ma’arif. Kairo. Mesir

======================================================================================================================================================================

Disusun oleh :

Siti Usniyah (108012000023)

==Diajukan untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester pada Mata Kuliah Tarikh al-Ulum al-‘Arabiyah==

PENDIDIKAN BAHASA ARAB FAKULTAS ILMU TARBIYAH & KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2012

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ahmad Thib Raya MA

Assisten Dosen :       Wati Susiawati, MA

 

[1]Ali, Ilmu Nahwu dan Aliran-Alirannya April 29, 2012 http://blog.nashap.com/ilmu-nahwu-dan-aliran-alirannya/

[2]Syauqi Daif, Madrasah al-Mishri, Al-Madârisun Nahwiyah, 1976. Darul Ma’arif. Kairo. Mesir

[3] M. Habib, As-suyuthi Dan Pemikirannya Di bidang Nahwu: Jurnal Adabiyat, Vol. 3, No. II,. Juli 2004

[4] Harun, taqdim ham al-Hawami, hlm.11

[5] M. Habib, al Suyuthi Dan pemikiran di Bidang Nahwu, Jurnal Adabiyat, hlm. 271

[6] Syauqi Daif, Madrasah al-Mishri, Al-Madârisun Nahwiyah, Mesir: Dârul Ma’ârif, hlm.362

[7] Op.cit, M. Habib., Hlm 272

[8]Ibid,

[9]Afandi, zamzam. Jurnal Adabiyyat. Ibnu Jinni :Menembus sekat mazhab Liguistik. (memadukan aspek logis dan sosiologis). Vol. 8. NO. 1, Juni 2009

 [1]Al-Suyuthi, , Ham’ al-Hawami’ fi  Syarh Jam al-Jawami, Abdus Salam harun, Kuwait: Dar al   Buhust al-Ilmiyah, 1975.

 [2]Harun, Abdus Salam, Taqdim Ham’ al- Hawami  Li al-Suyuthi, Kuwait : Dar al-Buhust al-Ilmiyah.

 [3] Al-Iskandāry, Ahmad. dan Musthafā Anāny. TT. al-Wāsith fī al-Adab al-’Araby wa Tārīkhihi. Mesir: Dar al Maarif

 [4] Zayyāt, Ahmad Hasan. TT. Tārīkh Adab al-Araby. Kairo: Dār an-Nahdhah. Cetakan ke-25.

Diposkan pada BAHASA ARAB, Uncategorized

SEJARAH PERKEMBANGAN NAHWU ALIRAN MESIR

BAGIAN I

KATA PENGANTAR

بسم الله الرّحمن الرّحيم

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Rabbul ‘aalamin. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Muhammad Rasulullah, kepada keluarga dan para sahabat serta mereka yang mengikuti jejak langkahnya dengan kebaikan hingga hari berbangkit.

Ucapan terima kasih kami haturkan kepada:

–          Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dosen Pengampu mata kuliah, Tarikh al-Ulum al-Arabiyah yang selalu memberikan kami arahan dan bimbingan. Pun demikian dengan ibu Wati Susiawati, MA selaku Asisten Dosen pada mata kuliah ini.

–          Rekan kelompok makalah ini yang ikut serta dalam pembuatan makalah ini.

–          Rekan-rekan  semester VIII A jurusan Pendidikan Bahasa Arab, yang selalu memberikan dorongan dan motivasi untuk terus semangat dalam perkuliah

–          serta semua pihak yang turut membantu kelancaran pembuatan makalah ini.

Karena berkat dorongan serta motivasi dari beliau semua makalah ini yang berjudul Sejarah Perkembangan Ilmu Nahwu Di Mesir dapat terselesaikan dengan baik dan dikumpulkan pada waktu yang ditentukan. Akhir kalam semoga makalah ini dapat bermanfaat dan membantu  mahasiswa bahasa arab dalam memahami mata kuliah media pembelajaran, amin.

                                                                                                                                                                                                                                                                                                Ciputat,  24 Juni 2012

                                                                                                                                                                                                                                                                                                 Pemakalah

BAB I

PENDAHULUAN

Nahwu merupakan bagian dari ‘Ulûmul ‘Arabiyyah, yang bertujuan untuk menjaga dari kesalahan pengucapan maupun tulisan. Ilmu nahwu adalah ilmu yang membahas tentang aturan akhir struktur kalimah (kata) apakah berbentuk rafa’, nashab, jarr, atau jazm.

Ilmu Nahwu (gramatika bahasa Arab) sejak awal perkembangannya sampai sekarang senantiasa menjadi bahan kajian yang dinamis di kalangan para pakar linguistik bahasa Arab. Sebagai salah satu cabang linguistik (ilmu lughah), Ilmu Nahwu dapat dipelajari untuk dua keperluan. Pertama, Ilmu Nahwu dipelajari sebagai prasyarat atau sarana untuk mendalami bidang ilmu lain yang referensi utamanya ditulis dengan bahasa Arab, misalnya Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, dan Ilmu Fiqih. Kedua, Ilmu Nahwu dipelajari sebagai tujuan utama (sebagai spesialisasi Linguistik bahasa Arab). Dua bentuk pembelajaran (learning) Ilmu Nahwu itu telah menjadi tradisi yang berkembang secara berkesinambungan di kalangan masyarakat Arab (Islam) dahulu sampai sekarang.

Mengenai perkembangan Ilmu Nahw Al-Fadlali (1986) dalam bukunya Mara’kizud-Dira’sat an-Nahwiyyah membagi perkembangan Ilmu Nahwu secara kronologis berdasarkan kurun waktu dan peta penyebarannya. Di bagian akhir bukunya dia membuat skema perkembangan Ilmu Nahwu sebagai berikut :

Tabel Peta Perkembangan Ilmu Nahwu

Pusat Perkembangan Abad ke-
Bashrah, Mekah, Medinah 1
Kufah, Baghdad, Mushal, Irbal, Andalus 1
Marocco, Persi 2
Mesir 3
Damaskus, Haleb 4
Nejed, Yaman 5
Hulah, Eropa 6
India 7
Romawi 8
Rusia, Amerika, Afrika non-Arab 14

Dari peta di atas tampak bahwa Al-Fadlali tidak memasukkan negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia dan Malaysia dalam peta perkembangan nahwu.

Padahal bagaimanapun juga di negara-negara itu perkembangan nahwu cukup pesat. Di samping itu, ia juga tidak mengemukakan alasan mengapa ia langsung melompat dari abad ke 8 menuju abad ke14 dengan mengabaikan lima abad yang ada di antaranya. Namun, terlepasdari kekurangannya, bagan tersebut cukup berarti dalam memberikan gambaran secara global tentang peta perkembangan Ilmu Nahwu.

Sementara itu, Dlaif (1968) membagi perkembangan Ilmu Nahwu berdasarkan aliran-aliran (madzhab) dengan menyebutkan sejumlah tokoh yang dominan pada setiap aliran. Ia menyebutkan secara kronologis lima aliran nahwu sebagai berikut:

  1. Aliran Bashrah
  2. Aliran Kufah
  3. Aliran Baghdad
  4. Aliran Andalusia
  5. Aliran Mesir.

Dua aliran pertama, Bashrah dan Kufah, disebutnya sebagai aliran utama, karena keduanya mempunyai otoritas dan independensi yang tinggi, kedua aliran tersebut juga mempunyai pendukung yang banyak dan fanatik, sehingga mampu mewarnai aliran-aliran berikutnya. Adapun tiga aliran yang lain disebutnya sebagai aliran turunan yang berinduk pada salah satu aliran utama atau merupakan hasil paduan antara keduanya.

Dari beberapa aliran diatas tersebut, pemakalah mencoba untuk menjelaskan sejarah perkembangan Ilmu Nahw di mesir.

 

BAB II

PEMBAHASAAN

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU NAHW DI MESIR

A.      Sejarah dan Perkembangan

Aktivitas keilmuan khususnya disiplin ilmu nahwu di Mesir telah muncul dan berkembang sejak masa-masa awal muncul dan berkembangnya nahwu secara umum. Dorongan untuk menjaga bacaan Al-Quran secara benar menjadi faktor utama berkembangnya nahwu di negeri Firaun ini.

Pada masa awal, telah ada pengikut Abul Aswad yang mengajar disana, yaitu Abdurrahman bin Hurmuz (w. 117 H). Beliau inilah yang memberikan tanda titik pada mushaf Al-Quran sebagai tanda I’rab. Beliau juga guru salah seorang dari qurra’ bacaan Al-Quran yang tujuh, yaitu Imam Nafi’ bin Abi Nu’aim di Madinah. Bacaan cara Nafi’ ini kemudian berkembang di Mesir berkat muridnya, yaitu Warasy, seorang penduduk asli Mesir yang bernama lengkap ‘Utsman bin Sa’id.

Nahwu aliran Mesir secara khusus mulai berkibar dengan hadirnya Wallad bin Muhammad At-Tamimi, seorang yang berasal dari Basrah tetapi tumbuh di Fusthath Mesir. Beliau berguru kepada Al-Khalil bin Ahmad di Iraq dan menulis buku hasil pembelajarannya bersama sang penemu ilmu ‘arudh tersebut. Salah satu tokoh yang sezaman dengan Wallad ini adalah Abul Hasan Al-A’azz  yang belajar nahwu kepada Al-Kisa’i. Dari adanya dua tokoh inilah mulai muncul aliran baru paduan antara kedua aliran yang telah ada, yaitu Kufah dan Basrah. Dua tokoh inilah generasi pertama Nahwu Mesir.

Generasi kedua Nahwu Mesir ditandai dengan munculnya Ad-Dinauri (w. 289 H). Beliau adalah Ahmad bin Ja’far, yang melakukan perjalanan ke Basrah untuk menuntut ilmu. Beliau belajar Al-Kitab milik Sibawaih dari Al-Mazini, kemudian ke Baghdad belajar kepada Tsa’lab, lalu pindah belajar kepada Al-Mubarrad.  Setelah itu, beliau kembali ke Mesir dan mengajar Nahwu di sana dan menulis sebuah buku berjudul Al-Muhadzdzab yang beliau peruntukkan bagi para muridnya di sana.

Seorang tokoh yang sezaman dengan Ad-Dinauri adalah Muhammad bin Wallad At-Tamimi (w. 298 H). Pada mulanya, beliau belajar nahwu dari ayahanda beliau, dan juga Ad-Dinauri, dan Mahmud bin Hassan. Kemudian, beliau menuju Baghdad dan belajar Al-Kitab kepada Al-Mubarrad. Setelah itu, beliau pulang, mengajar, dan menulis sebuah buku ajar dengan judul Al-Munammaq.

Generasi berikutnya adalah Ali bin Husain Al-Hunna’i (w. 320 H), dan Abul ‘Abbas Ahmad bin Muhammad bin Wallad At-Tamimi (w. 332 H). Ali bin Husain adalah penulis Al-Mundhad. Beliau memadukan pendapat Basrah dan Kufah. Beliau dijuluki Kura’un Namli yang berarti kaki semut karena fisiknya yang pendek. Sedangkan Abul Abbas, beliau belajar nahwu dan mendapat salinan al-Kitab dari ayah beliau, Muhammad, dan juga belajar dari Az-Zajjaj di Basrah. Beliau dikenal seorang yang cerdik pandai. Selain kedua tokoh ini, terdapat pula Abu Ja’far An-Nuhas (w. 337 H), penulis kitab Ma’anil Qur’an dan I’rabul Qur’an.[1]

B.            Para tokoh Ilmu Nahw (Nuhat) dan karya-karyanya

Beberapa tokoh yang muncul berikutnya pada masa dinasti Fathimiyyah adalah:

1.      Abu Bakar Al-Idfawi (w. 388 H)

2.      ‘Ali bin Ibrahim Al-Haufi (w. 430 H), murid Al-Idfawi

3.      Adz-Dzakir An-Nahwi (w. 440 H), murid Ibn Jinni

4.      Ibn Babasyadz, Thahir bin Ahmad (w. 469 H)

5.      Muhammad bin Barakat (w. 520 H)

6.      Ibn al-Qaththa’, ‘Ali bin Ja’far As-Sa’di (w. 515 H)

7.      Ibn Barriy (w. 582 H)

8.      ‘Utsman bin ‘Ali Al-Balathiy Al-Maushili (w. 599 H)

Kemudian pada masa Al-Ayyubi:

1.      Sulaiman bin Banin Ad-Daqiqiy (w. 614 H), murid Ibn Barriy

2.      Yahya bin Mu’thi Al-Maghribi (w. 628 H), penulis Alfiyah Ibn Mu’thi, yang dikutip namanya oleh Ibn Malik dalam Alfiyyah-nya

3.      Ibn ar-Ramah, ‘Ali bin Abdushshomad (w. 633 H)

4.      ‘Ali bin Muhammad As-Sakhawi (w. 643 H)

Kemudian pada masa dinasti Mamalik dan seterusnya antara lain:

1.      Bahauddin Ibn Nuhas Al-Halabiy (w. 698 H), beliau adalah guru Abu Hayyan

2.      Ibn Ummi Qasim, Al-Hasan bin Qasim (w. 749 H)

3.      Ibn al-Hajib, Jamaluddin ‘Utsman bin ‘Umar bin Abu Bakar (570 H – 646 H)

4.      Ibn Hisyam, Jamaluddin Abdullah bin Yusuf bin Ahmad bin Abdullah bin Hisyam Al-Anshari Al-Mishriy (708 H- 761 H). Beberapa karya beliau yang perlu dicatat adalah Mughni al-Labib ‘an Kutub al-A’arib, Awdloh al-Masalik ila Alfiyyah ibn Malik, Syudzur adz-Dzahab, Qathru an-Nada wa Ballu ash-Shada, dan al-I’rab ‘an Qawaid al-I’rab.

Kemudian generasi Mesir akhir antara lain:

1.      Ibn ‘Aqil, Abdullah bin Abdurrahman (w 769 H), penulis syarah Alfiyyah Ibn Malik yang terkenal

2.      Ibn ash-Sha’igh, Muhammad bin ‘Abdurrahman (w. 776 H)

3.      Ad-Damamini, Muhammad bin Umar (w. 837 H), penulis Tuhfah al-Gharib, komentar atas Mughni al-Labib karya Ibn Hisyam, beliau berpindah-pindah hingga wafat di India

4.      Asy-Syumunni (w. 872), juga menulis komentar atas Mughni al-Labib

5.      Al-Kafiji, Muhammad bin Sulaiman Ar-Rumi (w. 879 H)

6.      Khalid Al-Azhari (w. 905 H), beliau menghasilkan banyak karya, termasuk Syarh at-Tashrih ‘ala at-Taudhih

7.      As-Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar bin Muhammad (w. 911 H), beliau sangat terkenal dengan banyak karyanya dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam bidang bahasa, terdapat Asybah wa an-Nazhair, Ham’ul Hawami’, Bughyat al-Wu’at, dan lain sebagainya.

8.      Al-Asymuniy, Nuruddin Ali bin Muhammad (w. 929 H)

9.      Asy-Syanwani (w. 1019 H)

10.  Ad-Danusyari (w. 1025 H)

11.  Syaikh Yasin (w. 1025 H)

12.  Al-Hifni (w. 1178 H)

13.  Ash-Shiban, Muhammad bin ‘Ali (w. 1206 H), terkenal dengan kitab komentar beliau atas Alfiyyah Ibn Malik disamping karya-karya lainnya.

14.  Ad-Dasuqi, Muhammad bin Arafah (w. 1230 H)

15.   Hasan Al-Athar (w. 1250 H)[2]