Diposkan pada FIQIH, TAUSIAH SANG GURU BESAR

HAKIKAT KURBAN

HAKIKAT KURBAN (3)
Perintah untuk Berkurban
Oleh: Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA (Guru Besar kampus UIN syarif Hidayatullah Jakarta)

Kurban adalah salah satu bentuk ibadah. Ibadah kurban adalah ibadah Maliyah, yang berkaitan dengan harta benda, sebagimana ibadah zakat. Penyerahan hewan kurban untuk dikurbankan adalah wujud ibadah maliyah yang dilakukan oleh setiap yang mampu untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.

682472madura1
Sapi salah satu hewan yang bisa dijadikan hewan kurban

Ibadah kurban ini mulai diwajibkan pada tahun kedua hijrah, yaitu dua tahun setelah Rasulullah berhijrah ke Madinah al-Munawwarah. Tahun diwajibkannya kurban sama dengan tahun diwajibkannya zakat dan shalat dau hari raya, hari raya Idul Adha dan hari raya Idul Fitri.

Perintah untuk melakukan kurban itu didasarkan pada firman Allah di dalam Al-Qur’an dan hadis Rasulullah saw, dan kesepakatan para ulama. Di dalam Al-Qur’an surat al-Kautsar [108]: 2 Allah memerintahkan: “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” Ayat ini memerintahkan kaum muslimin untuk melaksanakan yang telah diwajibkan kepada mereka karena Allah, dan melaksanakan kurban.

Ayat lain yang dijadikan dasar pelaksanaan kurban adalah ayat 36 Surah al-Hajj [22]: “ Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi´ar Allah. Kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.”

Ada beberapa hadis yang menjelaskan keutamaan berkurban. Di antaranya hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a.: “Tidak ada suatu amal ibadah yang paling disukai oleh Allah untuk dikerjakan pada hari nahar (idul adha) selain daripada mengalirkan darah hewan (menyembelih hewan kurban), karena hewan kurban itu pada hari kiamat nanti akan datang dengan tanduknya, kukunya, dan bulu-bulunya. Sesungguhnya darah sembelihan itu langsung diterima oleh Allah swt., sebelum darah itu sampai di tanah. Karena itu, harumkanlah setiap jiwa dengan sembelihan itu”. HR. al-Hakim, Ibn Majah dan Tirmidzi.

Berdasarkan perintah ayat dan pesan Rasulullah di dalam hadisnya itu ulama menyimpulkan bahwa berkurban adalah salah satu syariat agama yang penting yang dilakukan oleh setiap muslim yang mampu.

Di antara hikmah yang terkandung di dalam perintah berkurban adalah sebagai wujud rasa syukur atas nikmat dan rahmat Allah yang sangat banyak kepada kita, yang tidak mungkin dapat dihitung jumlahnya dan tidak dapat dibayar dengan apa pun. Nikmat yang banyak itu adalah nikmat jasmaniah, nikmat rohaniah, dan nikmat material yang kita terima.

Kesediaan berkurban mengandung makna kesediaan seseorang untuk menyerahkan sebahagian dari harta yang telah dianugerahkan kepada dengan cara menyerahkan hewan kurban untuk dipotong dan dibagi-bagikan kepada masyarakat. Ini berarti bahwa pembagian daging-daging hewan kurban itu merupakan bahagian dari sedekah dalam bentuk daging. Oleh sebab itu, semua kurban yang dipersembahkan itu harus dilakukan secara tulus (ikhlas) karena Allah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.

Begitu variasinya Allah memberikan beberapa cara untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Shalat adalah ibadah yang dilakukan secara fisik oleh manusia, yang melibatkan seluruh anggota badan dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya. Ibadah zakat mal (harta) adalah ibadah yang dilakukan dengan cara menyerahkan sebahagian kecil dari harta dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya.

Zakat fitrah adalah ibadah yang dilakukan dengan menyerahkan sebahagian dari makanan pokok, di antaranya beras, sebagai wujud rasa solidaritas seseorang terhadap hamba-hamba Allah yang tidak mampu. Ibadah kurban adalah ibadah yang dilakukan dengan cara menyerahkan hewan untuk dikurbankan dan dibagi-bagikan kepada masyarakat. Ibahah haji adalah ibadah yang melibatkan banyak hal di dalam diri manusia, yang mencakup fisiknya, hartanya dalam rangka mendekatkan diri secara penuh hanya kepada Allah.

Alangkah indahnya berkurban. Alangkah indahnya menyerahkan hewan untuk berkurban. Alangkah indahnya membagi-bagikan daging kurban sebagai wujud rasa syukur atas nikmat-nya. Alangkah senangnya Allah menerima kurban hamba-hamba-Nya. Dan Alangkah besar pula pahala yang diperoleh oleh mereka yang melakukan kurban.

Semoga uraian ini ada manfaatnya. Aamiin.

Wallaahu a’lam bi al-shawaab. Jakarta-Matraman,

Kamis pagi, tanggal 8 September 2016

Diposkan pada FIQIH, TAUSIAH SANG GURU BESAR

HAKIKAT KURBAN

HAKIKAT KURBAN Part 2
Idul Qurban atau Idul Adha?
Oleh: Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA (Guru Besar kampus UIN syarif Hidayatullah Jakarta)

Kemarin sudah dijelaskan perbedaan antara “korban” dan “kurban.” Kali ini akan dijelaskan mengenai perbedaan antara “Idul Qurban” (عيد القربان) dan “Idul Adha” (عيد الأضحى).

Kata عيد (yang ditulis dengan kata “id” atau “ied”) berasal dari kata Arab. Kata ini berasal dari kerja عاد (“aada) yang memiliki beberapa arti, di antaranya “kembali, menjadi, mengulangi, dan mengunjungi.” Bentuk dasar dari kata ini ialah عودا (awd-an) dan عيادة (“iyadat-an), yang berarti “kembali, menjadi, pengulangan, dan kunjungan.”

Kata عيد itu kemudian digunakan untuk suatu peristiwa yang dirayakan dan diupacarakan secara berulang-ulang setiap tahun, pada waktu dan tanggal yang sama. Secara harfiah, kata عيد (“iyd) diartikan dengan “sesuatu yang peberulang-ulang setiap tahun, seperti hari ulang tahun, hari kelahiran, dan hari kemerdekan.”

Akan tetapi, harus diingat bahwa tidak semua peristiwa yang terjadi berulang-ulang itu disebut عيد (“iyd), seperti hari lahir, dan hari kemerdekan. Istilah seperti ini disebut يوم الميلاد (hari kelahiran), dan يوم الاستقلال (hari kemerdekaan).

Kata عيد itu hanya digunakan untuk peristiwa-peristiwa bersejarah yang berkaitan dengan agama tertentu dan dirayakan secara berjamaah sebagai hari-hari besar. Lalu kata itu diartikan dengan “Hari Raya.” Seperti عيد الفطر (Hari Raya Fithri), عيد الأضحى (Hari Raya Adha), dan عيد الفصح (Hari Raya Paskah). Dari sinilah, maka hari Fitri disebut dengan عيد الفطر dan hari Adha disebut الأضحى عيد karena hari-hari ini dirayakan secara berulang-ulang setiap tahun oleh kaum muslimin.

Kata الأضحى sering disinonimkan dengan kata القربان. Hari kurban itu disebut dengan عيد الأضحى atau عيد القربان. Kedua istilah ini sama-sama digunakan di dalam bahasa Arab.

Kata القربان sebenarnya berasal dari kata kerja قرب (qarub-a) yang antara lain berarti “dekat, mendekati.” Lalu kata القربان itu diartikan dengan “persembahan.” Apakah ada kaitan antara makna “dekat” dengan “persembahan” itu? Ketua istilah itu mempunyai hubungan dan kaitan yang sangat erat. القربان adalah suatu persembahan yang dipersembahkan untuk Tuhan dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya. Istilah ini tidak hanya berlaku di dalam agama Islam, tetapi “mungkin” juga terjadi pada agama lain.

Di dalam Islam, istilah القربان adalah menyerahkan hewan (kambing, domba, kerbau, sapi, atau unta) untuk dipotong (disembelih) pada tanggal 10 s.d. 13 Zulhijjah, lalu dagingnya dibagi-bagikan kepada kaum muslimin dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah swt.

apakah-hewan-kurban-dipersyaratkan-berumur-2-tahun
Kambing termasuk Hewan Kurban

Jadi istilah القربان lebih ditekankan pada persembahan yang ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Dengan demikian, makaعيد القربان diartikan  dengan “Hari Raya Kurban,” yaitu hari mempersembahkan hewan untuk dipotong dan lalu dagingnya dibagi-bagikan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah swt.

Adapaun kata الأضحى secara bahasa berasal dari kata ضحى (dhahaa), yang memiliki banyak pengertian, di antaranya adalah “menyembelih dan mengurbankan.” Dari kata ini lahir kata-kata yang lain seperti الضحية (al-dhahiyah), الأضحية (al-‘udhhiyah), dan الأضحى (al-Adhhaa). Dua kata yang pertama digunakan dalam pengertian “hewan yang dikurbankan.” Sedangkan kata الأضحى lebih ditekankan pada pengertian waktu atau hari mengurbankan (memotong) hewan-hewan kurban. Dengan demikian, maka عيد الأضحى (“iyd-u ak-adhhaa) adalah hari-hari untuk mengurbakn hewan-hewan kurban.

Dari uraian-uraian ini dapat disimpulkan bahwa istilah عيد القربان dan عيد الأضحى kedua-duanya dapat digunakan untuk menunjuk kepada pengertian hari raya kurban. Hanya saja istilah pertama menekankan pada HEWAN-HEWAN YANG DIKURBANKAN untuk mendekatkan diri kepada Allah. Adapun istilah yang kedua lebih ditekankan pada PENYEMBELIHAN HEWAN-HEWAN KURBAN itu. Keduanya mengandung makna yang sama yaitu hari raya di mana setiap kaum muslimin diperintahkan untuk menyiapkan hewan-hewan kurban yang akan dipotong dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah swt.

Dari sini pula dapat dikatakan bahwa yang harus dikurbankan itu adalah hewan-hewan tertentu, seperti kambing, domba, kerbau, sapi, dan unta. Hewan lain tidak diperintahkan, seperti ayam dan kuda. Tidak pula diperintahkan untuk mengurbankan selain hewan, seperti makanan, minuman, atau barang-barang lainnya. Hewan-hewan yang dikurbankan itu lalu dipotong (disembelih) dan dagingnya dibagi-bagikan kepada masyarakat. Intinya adalah ada proses penyembelihan. Tidak dapat diartikan berkurban jika yang dilakukan adalah membeli daging-daging hewan yang ada di pasar-pasar, lalu dibagi-bagikan kepada masyarakat.

Hewan-hewan itu harus disembelih pada tanggal 10 Zulhijjah, usai shalat Idul Adha, lalu pada tanggal 11 hingga tanggal 13 Zulhijjah. Hewan-hewan yang dipotong sebelum shalat Idul Adhah atau yang dilakukan sesudah tanggal 13 Zulhijjah tidak dipandang (dinilai) sebagai hewan kurban.

Selain kedua istilah di atas, عيد القربان dan عيد الأضحى ada satu istilah lain lagi yang sering digunakan untuk pengertian sembelihan kurban itu, yaitu yang disebut يوم النحر (hari nahar/penyembelihan. Tunggu uraian saya besok.

Semoga uraian ini ada manfaatnya. Aamiin.

Wallaahu a’lam bi al-shawaab.

Jakarta-Matraman, Kamis pagi, tanggal 8 September 2016.

 

 

Diposkan pada FIQIH, TAUSIAH SANG GURU BESAR

HAKIKAT KURBAN

HAKIKAT KURBAN

Korban atau Kurban?

Oleh: Prof . Dr. Ahmad Thib Raya, MA (Guru besar Kampus UIN syarifhidayatullah Jakarta)

Untuk menyambut Hari Raya Idul Adha saya mengangkat beberapa tulisan khusus mengenai hal-hal yang terkait dengan hari raya kurban, mulai hari ini sampai beberapa hari berikutnya. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pencerahan kepada kita tentang hal-hal yang terkait dengan kurban itu.

Saya mulai dengan menjelaskan perbedaan antara “korban” dan “kurban” dalam Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia yang memuat kata-kata baku Bahasa Indonesia membedakan antara pengertian kata “korban” (menggunakan “o”) dan “kurban” (menggunakan “u”).

Kata “korban” diartikan dengan dua pengertian. Korban dalam pengertian pertama adalah pemberian untuk menyatakan kebaktian, kesetiaan dan sebagainya. Contoh kalimatnya: “Jangankan harta, jiwa sekalipun kami berikan sebagai korban.” Korban dalam pengertian kedua adalah orang, binatang dan sebagainya yang menjadi menderita (mati, dsb) akibat suatu kejadian, perbuatan jahat dan sebagainya. Contohnya kalimatnya: “Sepuluh orang korban tabrakan itu dirawat di Rumah Sakit Bogor.” (selengkapnya lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, halaman 733)

Dari kata “korban” ini lahir kata kerja “mengorbankan” yang antara lain berarti “memberikan sesuatu sebagai pernyataan kebaktian, kesetian dan sebagainya. Misalnya ketika Anda mengatakan: “Adikku yang saya cintai!!! Aku bersedia mengorbankan apa saja yang ada pada diriku, harta dan jiwaku demi engkau.” Dari kata “korban” ini pula lahir kata kerja “berkorban” yang antara lain berarti “menyatakan kebaktian, kesetiaan dan sebagainya menjadi korban, menderita (kerugian dan sebagainya), atau memberikan sesuatu sebagai korban. Misalnya dalam ungkapan “Engkau harus rela berkorban pada hari ini demi kejayaan hari esokmu.”

Kedua pengertian kata ini kelihatannya sangat mirip, tetapi tidak sama. Kata “kurban” juga diartikan dalam dua pengertian. Pengertian pertama “kurban” adalah “persembahan kepada Allah, seperti biri-biri, sapi, unta yang disembelih pada hari lebaran haji sebagai wujud ketaatan muslim kepada-Nya.” Seperti dalam ungkapan: “Ia menyembelih kerbau untuk kurban.” Kurban dalam pengertian kedua adalah “pujaan atau persemabahan kepada dewa-dewa, seperti dalam ungkapan: “Setahun sekali diadakan upacara mempersembahkan kurban kepada Batara Brahma.”

Dari kata “kurban” ini lahirlah kata kerja “mengurbankan” yang antara lain berarti mempersembahkan sesuatu sebagai kurban, seperti dalam ungkapan: “Ada di antara hadirin yang mengurbankan lembu, ada pula yang mengurbankan kambing, dan ada pula yang mengurbankan buah-buahan.” Juga kata kerja yang lainnya adalah “berkurban” yang berarti “mempersembahkan kurban.” (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, halaman 762).

Dari perbedaan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kata “korban” digunakan dalam pengertian “menyerahkan sesuatu yang bersifat materi maupun nonmateri untuk sesuatu hal yang bersifat umum,” sedangkan kata “kurban” digunakan dalam pengertian “menyerahkan hewan atau benda lainnya” dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan.

Menurut saya, kedua kata ini pada hakikatnya berasal dari kata yang sama, yaitu kata “qurban” (قربان). Kata ini berasal dari kata Bahasa Arab, yang kemudian dibakukan dalam bahasa Indonesia. Perbedaan “o” pada kata “korban” dan “u” pada kata “kurban” terjadi karena perbedaan dialek yang digunakan di dalam masyarakat pengguna bahasa itu. Tidakkah kita ingat bahwa huruf “q” seringkali dibaca “qo” atau “ko” di dalam Bahasa Indonesia, seperti furqon dari kata Arab “فرقان.”

Bagaimana pengertian kataقربان (qurbaan) di dalam bahasa aslinya (bahasa Arab)? Tunggu uraian saya besok. Semoga ada manfaatnya. Aamiin.

Wallaahu a’lam bi al-shawaab.

Jakarta-Matraman,

Rabu pagi, tanggal 7 September 2016

SUMBER :https://www.facebook.com/ahmad.thibraya/posts/1263801186964439

TO BE CONTINUE 🙂